Mohon tunggu...
Aryo Aditya
Aryo Aditya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

Mahasiswa aktif Ilmu Komputer di Institut Pertanian Bogor

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Keluarga pada Keluarga dengan Anak Penyandang Disabilitas Mental

20 November 2022   12:00 Diperbarui: 20 November 2022   12:00 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi difabel (shutterstock)

Tidak semua manusia dilahirkan dalam kondisi sempurna. Setiap manusia pasti memiliki kekurangan dalam tubuhnya. Ada pula manusia yang dilahirkan memiliki kebutuhan khusus ataupun disabilitas. Seseorang yang memiliki kekurangan dari segi fisik maupun psikis yang sering disebut penyandang disabilitas ini secara natural akan menghadapi lebih banyak rintangan dalam kehidupannya. Tidak terlepas dari gender, usia, kondisi ekonomi, maupun fisik, setiap penyandang disabilitas akan menghadapi berbagai rintangan yang berbeda-beda. Dalam menghadapi rintangan-rintangan tersebut, peran keluarga sangat penting terutama untuk memberikan dukungan dan dorongan positif serta akomodasi yang tepat untuk membantu penyandang disabilitas menjalaninya. Dukungan yang cukup dari keluarga dapat memotivasi dan menempa penyandang disabilitas untuk menghadapi berbagai tantangan yang datang akibat kondisinya. Sebaliknya, dukungan yang kurang dari keluarga dapat melemahkan mental dan keteguhan hati penyandang disabilitas untuk bangkit menghadapi rintangan tersebut agar dapat menjalankan fungsi sosial-ekonominya seperti orang lain.

Disabilitas adalah keterbatasan pada bagian tubuh yang bersifat permanen maupun sementara dan dapat semakin menyulitkan seiring bertambahnya usia (Ashadi dan Premasari 2020). Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1997), penyandang disabilitas yang keterbatasan fisik dan mentalnya mengganggu aktivitas sehari-hari penyandangnya disebut dengan handicap. 

Dewasa ini, penyandang disabilitas menjadi isu yang sedang berkembang di dunia. Penyandang disabilitas merupakan salah satu kelompok minoritas terbesar di dunia. Sekitar 15% dari jumlah seluruh penduduk di dunia adalah penyandang disabilitas. Di antara 15% itu, sebanyak 82% di antaranya berada di negara berkembang. Mereka hidup di bawah garis kemiskinan dan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup akibat keterbatasan yang mereka miliki (Ndaumanu 2020). Urgensi atas pemenuhan kebutuhan khusus bagi para penyandang disabilitas ini mendorong perlunya bantuan dan dukungan lebih dari masyarakat, mulai dari lingkup kecil berisi orang-orang terdekat hingga lingkup yang lebih besar yaitu masyarakat luas hingga pemerintahan.

Peran keluarga sangat dibutuhkan oleh penyandang disabilitas, lantaran keluarga merupakan ruang lingkup yang paling dekat dengan penyandang disabilitas. Keluarga merupakan orang yang selalu hidup berdampingan dengan penyandang. Oleh karena itu, keluarga harus bisa mendukung, mengarahkan, dan mengawasi anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus tersebut. Usaha untuk memberi dukungan positif bagi anggota keluarga penyandang disabilitas ini perlu diimbangi dengan adanya manajemen sumber daya anggota keluarga dengan baik, termasuk anggota penyandang disabilitas itu sendiri. Dengan adanya anggota keluarga yang menghadapi kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-harinya, anggota keluarga lain harus memahami dan memaklumi kondisi tersebut serta selalu mendukungnya untuk terus menjalani kehidupan atau bahkan untuk bisa pulih.

Manajemen  adalah  kegiatan  atau  usaha yang  dilakukan  untuk  mencapai  tujuan  dengan  menggunakan  atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain (Assauri 2003). Menurut Herujito (2001) manajemen adalah suatu proses yang berbeda terdiri dari planning, organizing, actuating, dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya lainnya. Manajemen sumber daya keluarga adalah suatu proses yang dilakukan oleh keluarga dan anggotanya dalam merencanakan dan melaksanakan penggunaan sumber daya, untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada narasumber bernama Aini yang merupakan ibu dari seorang ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) penyandang disabilitas mental autisme bernama K (nama ABK diinisialisasikan atas permintaan narasumber). Narasumber mulai mencurigai bahwa anaknya tidak normal sejak umur 6 bulan karena anaknya tidak seaktif anak-anak lainnya dan pada saat anaknya berumur 2-3 tahun kecurigaannya bertambah karena anaknya tidak bisa melakukan apa-apa tidak seperti anak-anak lainnya. Saat pertama kali mengetahui bahwa anaknya mengidap autisme sang ibu merasa malu akan hal tersebut saat mengenalkan anaknya kepada teman-temannya, ditambah lagi ada orang-orang yang membicarakannya anaknya karena kondisi autisme tersebut. Seiring waktu sang ibu mulai menerima kenyataan bahwa anaknya autis dan mengambil hikmahnya, sang ibu juga merasa belajar banyak dari anaknya. Terlebih lagi sang ibu menemukan teman-teman orang tua yang anaknya mengidap autisme.

Tentunya keadaan anak narasumber akan memiliki dampak pada keluarga, sang ibu merasa ia dan keluarga perlu lebih menjaga dan mendidik anaknya karena anaknya tidak bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan orang-orang normal seperti mandi, buang air, dan lain-lain. Sang ibu juga harus memperhatikan suasana hati anaknya saat ingin mendidiknya karena anaknya lebih sensitif dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Sang ibu berharap bahwa kondisi anaknya bisa membaik dan agar anaknya bisa hidup mandiri, ia juga berharap bahwa anaknya bisa berbicara.

Dari hasil wawancara tersebut, perubahan proses manajemen keluarga yang dialami oleh keluarga ibu Aini disebabkan oleh beberapa faktor,  yaitu:

  • Kompleksitas Kehidupan keluarga : kompleksitas tinggi karena memiliki penyandang disabilitas dengan kebutuhan lebih dari keluarga lain sehingga memerlukan perhatian khusus terhadap anaknya.

  • Stabilitas keluarga : sempat memiliki perasaan malu dan tidak menerima kenyataan anaknya, namun seiring waktu keluarga telah menerima keadaan tersebut

  • Peran dan perubahan keluarga :  keluarga lebih menjaga dan mendidik anaknya karena anaknya tidak bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan orang-orang normal seperti mandi, buang air, dan lain-lain. Sang ibu juga harus memperhatikan mood anaknya saat ingin mendidiknya karena anaknya lebih sensitif dibanding anak-anak lainnya.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun