Musim kemarau panjang ini menjadi berkah tersendiri bagi anak-anak SD. Hari yang cerah memungkinkan mereka bermain di luar rumah. Bahagianya mereka menikmati alam, merasakan angin meniup rambut dan dahi saat mereka menaikkan layang-layang, menabur-naburkan debu kemarau tanpa khawatir efek samping. Ahh anak-anak itu begitu menikmati masanya.
Disela kegiatan di toko, saya menikmati pemandangan sederhana dari balik kaca. Di luar sana, tepatnya di samping rumah, anak-anak asyik beradu kaki. Memperebutkan bola plastik yang sudah lusuh di lapangan voli yang super duper berdebu. Musim panas tahun ini menjadi sangat berdebu karena sisa-sisa endapan abu vulkanik yang dimuntahkan Merapi hampir setahun lalu. Anak-anak itu tak peduli meski debu yang berterbangan di udara bisa mengganggu kesehatan. Mereka terus saja bermain, berlarian di arena voli, menabur-naburkan debu dengan tangan kecil mereka...
Rasa jengkel tentu saja dirasakan  para orang tua. Apalagi mama dan tante saya yang selalu kena imbas. Pakaian yang dijemur jadi kotor lagi. Debu pun beterbangan hingga ke dalam toko dan sebagian kecil masuk ke rumah. Belum lagi gangguan kesehatan yang dialami. Terlepas dari semua itu, ada hal menarik yang saya tangkap. Kebersamaan. Suatu naluri bocah yang tak bisa dipatahkan oleh apapun.
Berkali-kali diingatkan, bahkan dimarahi, mereka tetap saja bermain. Mundur sejenak selanjutnya kembali ke arena. Berebut bola plastik yang dibeli secara patungan dengan ceria. Anak-anak tak pernah peduli dengan resiko. Mereka menikmati permainan. Tertawa riang, mengabaikan perbedaan. Bisakah kita seperti mereka?