Mohon tunggu...
Aryanto Husain
Aryanto Husain Mohon Tunggu... Freelancer - photo of mine

Saya seorang penulis lepas yang senang menulis apa saja. Tulisan saya dari sudut pandang sistim dan ekonomi perilaku. Ini memungkinkan saya melihat hal secara komprehensif dan irasional.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

WhatsApp Sang Rektor

4 Mei 2020   20:01 Diperbarui: 4 Mei 2020   20:34 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk kesekian kalinya WA sang Rektor itu mengalihkan perhatian saya. Kali ini bukan Rector Message, tapi informasi beberapa kuliah online dari kampus. Padahal, saya tidak lagi rutin absensi di kampus itu setelah menyelesaikan kuliah setahun yang lalu. Saya menganggapnya itu bukan lagi pesan seorang mantan pembimbing yang kebetulan menjadi Rektor. Pesan itu adalah knowledge message (pesan pengetahuan) bagi para pembelajar seperti saya, an agile learner should be happy for information as it comes with knowledge.

Yang lebih menarik lagi adalah diantara pesan-pesan itu terselip visi sang Rektor tentang pentingnya adaptasi perguruan tinggi terhadap new state of normality. Kondisi yang hadir dimasa pandemic COVID-19 yang tidak ada pada krisis-krisis global sebelumnya.

Jujur saja, selama Pandemi COVID-19 tidak banyak kampus yang segera melakukan adaptasi dengan kondisi normalitas baru ini. Realitas ini sendiri hadir sejak kita semua terpaksa harus menjalankan Work From Home (WFH) pada pertengahan Maret lalu. Semua mengakui, WFH ini adalah sebuah kebiasaan baru. Termasuk di dunia kampus. Bagi kampus yang adaptif, WFH justeru menjadi sarana meningkatkan produktivitas dan efektivitas. Berada di rumah sepanjang hari untuk kurun waktu yang cukup panjang tentu bisa melahirkan fikiran dan gagasan bari bagi para pengajar.

Mereka menjadi agil learner, pembelajar cepat di tengah ketidakpastian akibat pandemic. Bagi mereka, ketidakpastian ini justeru mengasah kemampuan adaptif melahirkan inovasi pembelajaran mulai perkuliahan, pembimbingan hingga ujian. Tengoklah kuliah online atau online course lainnya yang makin mudah diakses. Walapun bukan hal baru, kuliah daring dan online course ini mendapatkan tempat yang terbaiknya dalam campus agenda sejak masa pandemic ini. Dan semua dilakukan tanpa meninggalkan rumah.

WFH menjadi kenikmatan baru dalam berselancar di dunia ilmu pengetahuan. Mahasiswa dan para pembelajar kapan saja bisa mengakses kuliah dan kursus daring yang disediakan gratis. Di Jepang, tidak hanya kuliah dan ujian, wisudapun telah dilakukan secara online. Wisudawan hadir di ruangan dalam bentuk robot-robot yang monitor di wajahnya menampilkan wajah wisudawan. Sebuah kemampuan beradaptasi yang luar biasa ditengah ketidakpastian.

Benar kata Jonathan Fields dalam bukunya Uncertainty, Turning Fear and Doubt into Fuel for Brilliance (2011). Dia mengatakan ketidakpastian sering menuntun langkah kita berujung pada novelty dan inovasi. Karena, sedianya individu itu selalu senang perubahan. Sebagian ada jaga yang senang dengan perangkap status quo. Namun bagi individu pembelajar _yang senang perubahan, mengambil resiko adalah bentuk komitmen untuk mencoba sesuatu yang mungkin berbeda.

Saya teringat Sartam, seorang petani lugu di kampung yang komit dengan sesuatu yang berbeda. Petani yang baik hati ini bertahun-tahun merugi kehilangan hasil panennya. Kebunnya selalui diserang kawanan kera saat musim panen tiba. Tak kehilangan akal, petani yang tak bersekolah ini merubah strateginya. DIa menghibahkan separuh hasil kebun kepada kawanan kera tadi. Dari jauh mereka seperti berkawan menikmati hasil panen di tanah yang tidak luas itu.

Keputusan Sartam tidak biasa, tidak masuk akal alias tidak rasional. Namun respon otomatis alami yakni intuitif dan irasional mendorongnya menghibahkan kebun miliknya. Dalam respon otomatis ini, Sartam belajar dan beradaptasi terhadap hasil pembelajarannya. Ini gambaran growth mindset yang selalu mencari tantangan dan mau berkembang di bawah tekanan. Individu ini juga akan lebih termotivasi saat segalanya menjadi semakin sulit serta mencintai apa dilakukan dan tidak ingin berhenti melakukannya.

Individu pembelajar memiliki growth mindset yang terus mereka asah. Individu seperti ini kata Carol Dweck _seorang peneliti di Universitas Stanford, mempunyai keyakinan mendasar tentang karakternya. Mereka bisa melihat serta mempercayai karakter pribadi masing-masing. Di kampus, mereka adalah agile learner yang terus mengembangkan inovasi pembelajaran. Beruntunglah kampus yang memiliki talenta individual yang terus mengembangkan adaptasi terhadap perubahan saat ini.

Seperti kata Barry Schwartz dalam bukunya The Paradox of Choice, Why More Is Less, "The more options we have, the harder it becomes to make a good decision," kita tidak perlu banyak pilihan. Pandemi COVID-19 mendorong kampus-kampus tidak ada pilihan lain kecuali beradaptasi mengembangkan inovasi pembelajaran yang baru. Saya bangga kampus almamater ini telah sejak awal memulainya. WA sang Rektor menginformasikan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun