JAKARTA - Kapoksi Komisi VIII PDIP DPR, Selly Andriany Gantina, memberikan kritik keras terhadap buruknya mentalitas anggota Polri, terutama terkait dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2025. Kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian terus menurun seiring dengan bertambahnya laporan kekerasan yang melibatkan anggota polisi, bahkan hingga menyebabkan korban jiwa. Fenomena ini semakin memperburuk citra Polri, yang seharusnya menjadi pilar utama penegak hukum dan perlindungan masyarakat, namun justru menjadi pelaku tindak kekerasan.
Menurut Selly, permasalahan ini ibarat gunung es, di mana yang terlihat hanya sebagian kecil di permukaan, namun banyak kasus lainnya yang belum terbuka. Kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri semakin tidak terkendali, mulai dari bintara hingga perwira. Salah satu contoh yang disorot adalah kasus Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma, yang terlibat dalam kasus pencabulan dan pornografi. Selain itu, di Semarang, Brigadir Ade Kurniawan dari Polda Jateng juga dilaporkan membunuh anak kandungnya yang masih bayi, sebuah tindakan keji yang semakin memperburuk citra kepolisian.
Komisi Yudisial juga menyoroti kelalaian dalam penegakan hukum, seperti yang terjadi dalam vonis bebas terhadap Brigadir Alfian Fauzan Hartanto, anggota Polres Keerom Polda Papua, yang terlibat dalam kasus pencabulan anak. Kasus-kasus seperti ini sangat mencederai kepercayaan publik terhadap kepolisian dan menunjukkan adanya masalah serius dalam penegakan hukum di tubuh institusi tersebut. Selly mengingatkan bahwa berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), serta sumpah Tribrata yang dipegang oleh setiap anggota Polri, seharusnya kekerasan terhadap anak tidak boleh terjadi.
Selly menyarankan agar setiap anggota Polri menjaga mentalitas mereka agar dapat menjaga marwah institusi kepolisian. Penegakan hukum yang tegas harus dilakukan dengan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya terhadap siapa pun yang terlibat dalam kasus kekerasan, terutama terhadap anak. "Dengan profesinya sebagai penegak hukum, saya rasa hukuman seumur hidup saja belum cukup. Sederhananya, bagaimana bisa penegak hukum malah menjadi pelanggar, bahkan pelaku," ujarnya dengan tegas.
Berdasarkan data dari Kemen PPA per 14 Maret 2025, Selly menyoroti tingginya angka kekerasan terhadap anak di Indonesia. Dari 5.118 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2025, sekitar 42 persen atau 2.163 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual. Data ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak masih menjadi masalah besar di Indonesia, yang tentunya berdampak negatif pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di masa depan. Selly menambahkan, visi Presiden Prabowo untuk menciptakan generasi emas akan sulit tercapai jika supremasi hukum di institusi penegak hukum masih belum tegak.
Selly pun mengingatkan bahwa kekerasan terhadap anak bisa menjadi hambatan besar dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang unggul dan berkualitas. Ia menegaskan, "Jadi saya pikir kita jangan pernah mimpi menciptakan generasi emas, kalau supremasi hukum saja masih belum tercipta di institusi penegak hukumnya." Masalah ini menjadi tantangan besar bagi Polri untuk memperbaiki citra dan memastikan bahwa kepercayaan publik terhadap kepolisian bisa kembali terbangun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI