Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

[Catper ke Cidahu-Gunung Salak] Si Mistis Kawah Ratu dan Curug Dua Undak

8 Juni 2015   19:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:10 6016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kawah Ratu di Gunung Salak mempunyai tiga jalur yang dapat ditempuh. Salah satu jalur yang sudah pernah saya coba yaitu lewat Pasir Reungit di Gunung Bunder. Ini merupakan jalur termudah karena jalannya landai, seperti pernah saya tulis setahun lalu di sini. Sedangkan jalur kedua lewat area perkemahan curug seribu, jarak tempuhnya lebih dekat tetapi tracknya agak sulit dan penuh lumpur. Jalur lainnya yaitu via Cidahu, Cicurug, dekat dengan Wana Wisata Cangkuang Sukabumi. Untuk sampai ke Wana Wisata Cangkuang tidaklah sulit karena akses kendaraan umumnya ada seperti angkot dan ojek. Dan kami berlima, saya, Mbak Ramdiyah, Mbak Lila, Vey dan Mety mencoba menjelajah jalur ke Kawah Ratu ini di awal Mei lalu.

Berbekal informasi dari internet, tak terlalu susah untuk menemukan lokasinya. Kami memulai pendakian di pagi hari sekitar jam 8-an. Saat tiba di loket masuk Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS), pasti akan ditanya oleh petugas tujuan kita kemana, karena tiket ke Kawah Ratu dan ke Curug berbeda. Oleh petugas loket, kami yang notabene perempuan semua ditawari memakai jasa pemandu menuju ke Kawah Ratu. Tapi kami menolak karena harga yang ditawarkan mahal. Namun setibanya di gerbang pendakian salah satu tukang ojek menawarkan jasanya untuk menjadi pemandu. Mengingat tidak satupun dari kami yang pernah ke sini, kamipun sepakat menerima tawaran tersebut, tentu saja setelah tawar-menawar harga.

Pintu gerbang pendakian Gunung Salak letaknya berdekatan dengan area Javana Spa Resort. Jarak yang harus kami tempuh ke Kawah Ratu sekitar 4,5 km, sekitar 3 jam jalan santai. Di awal pendakian, jalurnya sama dengan yang ke Puncak Salak I. Kami harus melewati jalan setapak menanjak, kondisinya berbatu, kadang lewat di antara akar-akar pohon yang licin. Kemiringannya cukup tajam, lumayan membuat nafas ngos-ngosan. Setelah berjalan beberapa menit, tibalah di atas sebuah jembatan dengan kayu pijakan yang sudah banyak hilang. Di kanan-kiri semak belukarnya makin rimbun. Begitu juga jalan setapak di hadapan nampak menurun tajam. Sedangkan di bagian sisi kanan di balik pagar besi, terlihat jalan aspal yang landai. Rupanya itu jalan milik Javana Spa Resort. Sepasang muda-mudi yang awalnya berjalan di belakang kami, mohon izin untuk mendahului.

Tiba-tiba si tukang ojek berbelok menembus celah di antara tembok dan pagar pembatas dengan kawasan Javana Spa. “Lewat sini aja neng, di sana susah jalannya” ujarnya. Wah si abang bandel ya, kita diajak menyusup ke jalan beraspal milik Javana Spa. Jadilah kami berlima menerobos pagar. Ternyata jalannya memang lebih landai dan lebar. Setidaknya menghemat waktu dan tenaga. Di sekitarnya tampak taman-taman dan kebun yang tertata rapi. Di penghujung jalan beraspal, tampak jalan membelok ke kanan, katanya ke arah curug juga. Jalur selanjutnya mengikuti jalan setapak berbatu, tetapi landai. Tak berapa jauh, kami kembali bertemu sepasang muda-mudi yang tadi mendahului kami. Dia datang dari arah kiri, di jalur yang semestinya kami tempuh. Jalur yang lebih terjal dan jauh. Mereka berdua kelihatan heran kenapa kami sekarang jadi mendahului mereka. Sampai di sini, jalan yang ditempuh terbilang landai, sudah setengah jalan menuju Kawah Ratu. Tapi bagi yang tidak terbiasa pasti bakal kepayahan. Salah satu kawan kami, Mbak Lila, sempat masuk angin dan muntah-muntah, mungkin juga karena belum sarapan.

Perjalananpun berlanjut. Yang terlihat hanya pemandangan hijau pepohonan di kanan kiri jalan. Memang Gunung Salak ini memiliki vegetasi hutan yang masih lebat dan heterogen. Udaranya pun sangat sejuk. Di tempat yang agak lapang, kami bertemu para pendaki lain yang sedang beristirahat. Di dekatnya ada sungai kecil yang jernih, rupanya di tempat inilah biasanya para pendaki mendirikan tenda. Dari sinilah terlihat ada beberapa percabangan jalan. Kami memilih jalan ke arah kiri, menuju Kawah Ratu. Boleh dibilang jalur Cidahu ini lebih kering meskipun di beberapa tempat tanahnya becek. Beberapa kali kami harus melompati pohon yang tumbang dan melewati jembatan kecil. Berbeda dengan jalur Pasir Reungit merupakan jalur basah yang selalu diiringi suara gemericik air. Setelah melewati beberapa ratus meter, kami sampai di tanah kosong yang luas, tapi sepertinya ini bukan tempat yang cocok untuk mendirikan tenda. Tak seberapa jauh, kami mendengar suara gemericik air. Rupanya kami harus menyeberang sungai yang airnya sangat jernih. Sungai ini airnya bisa diminum. Saya pun mencoba meraup airnya dengan tangan dan meminumnya. Rasanya enak, gak jauh beda dengan air kemasan mineral yang dijual di pasaran. Hmmm...segar dan terasa dingin di kulit!! Apalagi buat cuci muka. Tapi hati-hati karena sering ada pacetnya.

Rupanya sungai ini sebagai penanda bahwa perjalanan ke Kawah Ratu sudah dekat. Beberapa meter kemudian, kami melewati sungai kecil yang airnya mulai kecoklatan karena tercampur belerang. Setelah itu bau belerang mulai tercium. Benar saja, di antara rimbunnya semak-semak di sebelah kiri jalan, terlihat asap mengepul dengan suaranya yang bergemuruh. Katanya itu juga bagian dari kawah yang aktif, tapi saya tidak tahu nama kawahnya. Setelah itu kita akan melewati sebuah rawa berlumpur yang ditumbuhi sejenis paku-pakuan di atasnya. Hati-hati jangan sampai menginjaknya karena berbahaya. Tak jauh dari situ, pemandangan Kawah Ratu di sisi kanan jalan sudah bisa dilihat dari atas. Asapnya putih mengepul ke segala penjuru, mengeluarkan aroma belerang. Tampak dasar sungai berwarna putih kebiruan bercampur kuning mengalir di antara bebatuan berwarna putih. Di beberapa sisi tampak sisa-sisa ranting dan pohon yang mengering. Di atas kawah tampak burung-burung berterbangan seakan tidak terpengaruh oleh bau gas yang menyengat, entah apa yang dicarinya. Tempat ini sungguh eksotis namun mistis, pas sekali untuk berfoto-foto. Jika ingin lebih mendekat ke kawah, kita bisa berjalan turun melewati akar pepohonan dan bebatuan. Berbeda dengan jalur Pasir Reungit, di sini tidak akan melewati kawasan hutan mati. Tetapi menurut saya pemandangan kawahnya lebih lapang dan luas. Nun jauh di seberang, para pendaki lain tampak kecil berdiri di atas puncak bukit. Di sebelahnya tampak puncak Sumbul ditumbuhi vegetasi pohon lebat. Waktu terbaik berkunjung di kawah ini adalah di pagi hari, dan jangan telalu lama karena efek gasnya bisa membahayakan.

Setelah puas menikmati pemandangan Kawah Ratu, kami bergegas turun ke bawah. Setelah beristirat dan makan siang kami kembali meneruskan perjalanan ke curug yang ada di sekitar situ. Menurut keterangan, di tempat ini ada beberapa curug. Awalnya tujuan kami adalah ke Curug Cangkuang, curug yang alirannya berasal dari Sungai Cikawulung di Kawah Ratu yang mengandung belerang. Namun berhubung lokasinya agak jauh, dan si tukang ojek pemandu kami tampak enggan mengantarkan, akhirnya kami hanya sempat mengunjungi Curug Dua Undak.

Curug Dua Undak sendiri letaknya tidak terlalu jauh dari pintu loket masuk, jaraknya hanya 2 km. Tracknya pun tidak terlalu susah, hanya saja jalannya agak licin dan di sebelah kanannya jurang jadi harus hati-hati. Sedangkan di sisi sebelah kiri sebagian besar dibatasi oleh dinding bebatuan lumut yang basah dan selalu dialiri tetesan-tetesan air. Sungguh memberikan sensasi kesegaran luar biasa. Curug ini punya bentuk aliran yang berundak-undak. Saat kami datang, debit airnya tidak terlalu deras. Di sekeliling tebingnya banyak ditumbuhi pepohonan dan semak hijau. Kami hanya menikmati curug dari atas, tidak sampai turun ke bawah.

Di areal camping ground, pengunjung semakin ramai berdatangan dan mulai mendirikan tenda. Sedangkan para pendaki mulai banyak bedatangan dengan tas keril besar di punggungnya. Rupanya mereka semua ingin melewati malam bersama dinginnya hawa Gunung Salak.

Hari semakin sore dan gerimis mulai turun. Kami mengakhiri perjalanan hari itu di Gunung Salak. Kabut tebal mulai menyelimuti pepohonan pinus, mengiringi kepulangan kami dari Cidahu.

Bogor, 7 Juni 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun