Mohon tunggu...
Aryanda Putra
Aryanda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Ab esse ad posse

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Independensi HMI dan Politik Islamisasi sebagai Gerakan Modern

1 Desember 2021   08:00 Diperbarui: 20 Desember 2021   23:13 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketum HMI Bukittinggi (Aryanda Putra), mendampingi Walikota Bukittinggi (H. Erman Safar)

"kalau Umat Islam tidak menulis tentang dirinya sendiri, maka orang lain akan menulis tentang umat islam dan tentang Islam sesuai dengan visi dan kepentingannya"-Moehammad Roem

Babakan sejarah yang menyebabkan perjuangan umat islam di Indonesia telah memasuki fase pembangunan dan penelitian untuk menghasilkan sebuah "produk" dari hasil islamisasi yang telah dilakukan di masa lampau. Sama halnya dengan proses islamisasi yang dilakukan oleh para mubaligh di masanya dengan mengedepankan nilai-nilai ketauhidan dan mengaktualisasikannya dengan nilai yang hidup ditengah masyarakat tersebut. paramubaligh tersebut terdiri dari bangsa arab itu mencapai Cina melalui ekspedisi laut yang awalnya bertujuan untuk perniagaan. Proses islamisasi tersebut tidak lain yang tidak bukan untuk meng-islamkan bangsa Indonesia yang dilihat pada masa tersebut dalam keterpurukan akibat sistem kasta yang diterapkan oleh penguasa hindu dan budha pada awal-awal nusantara.

Terbukti dengan politik islamisasi tersebut terciptanya sebuah sistem atau tatanan masyarakat baru dikawasan Nusantara bahkan Asia Tenggara. Mubaligh awal-awal masuknya islam ke Indonesia mengetahui kondisi sosiologis dari bangsa Indonesia yang terpuruk sehingga mereka menciptakan sebuah basic interests (ketertarikan dasar) sehingga masyarakat Nusantara saat itu menjadi dominan memeluk islam.

Atas dasar semangat tersebut maka sudah saatnya di masa yang sekarang ini pengetahuan sejarah perjuangan dan islamisasi yang selama ini terpampang jelas dalam sistem pendidikan nasional yang hanya menjadi teori-teori belaka dan hanya untuk wawasan pengetahuan saja, namun aksiologi dari wawasan tersebut sedikit sekali menjadi kenyataan.

Kehadiran HMI sebagai organisasi guide of social change (pengawal perubahan sosial) dan juga menempati posisi middle of social structure mampu menjawab tantangan perubahan zaman dan juga arus perubahan sosial dengan mulai menata kembali khittah perjuangan yang sudah digariskan oleh founding father HMI. Semangat politik islamisasi dewasa ini sudah terbatas hanya di kalangan tertentu dan tidak mencakup secara general perjuangan islam. Bahkan HMI seringkali tergerus dalam arus pusaran politik kekuasaan yang terkesan pragmatis dan materialistik. Untuk itu independensi yang ditanamkan dalam training- training di HMI harus mampu diaktualisasikan kedalam aktivitas organisasi dan aktivitas kader-kader HMI. 

Dalam ilmu Hukum dikenal dengan Teori Stufenbau yang terdapat istilah Grundnorm( norma yang paling mendasar ) didalamnya. Teori tersebut dipopulerkan oleh Hans Kelsen dalam eksperimennya untuk menemukan sebuah norma yang menjadi keharusan bagi sebuah rechtspersoon (subjek hukum). Penulis mencoba mengambil analogi dari istilah grundnorm tersebut untuk dijadikan hubungan antara Independensi dengan politik islamisasi.

Di HMI terdapat Norma dan Nilai yang sangat mendasar bagi seluruh kader HMI baik secara pemikiran personal maupun secara aktivitas keorganisasian secara general. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa tafsir dan ideologi dari HMI. Diantaranya yang menjadi perhatian penulis ialah Tafsir independensi dan Nilai Dasar Perjuangan. Independensi seringkali di identifikasikan sebagai watak HMI secara general. Independensi bukanlah sebuah kata asing bagi kader-kader HMI namun terkadang kebanyakan tidak mengetahui esensi dari inependensi tersebut, dalam hal ini penulis mencoba menjelaskan independensi dalam perspektif HMI. 

HMI membagi karakteristik independensi kedalam dua hal; Independensi etis, yaitu sifat independensi yang pada hakikatnya sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan.Independensi etis tersebut hanya melekat dalam kaitannya dengan kodrat manusa sebagai hamba yang hanief (cenderung pada kebenaran). Independensi organisatoris, bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI selalu melakukan partisipasi aktif , konstruktif, korektif, dan konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin terwujud.  Cakupan independensi tersebut mengidentifikasikan karakteristik person dan organisasi untuk mampu bertindak secara aktif dalam garis perjuangan bangsa.

Karakteristik tersebut sangat berpengaruh jika diantara masing- masing indikator sikap diatas tercermin dalam perilaku kader HMI. Dewasa ini sering sekali oknum di HMI kehilangan independensinya dengan terseret arus kekuasaan yang menjadikan pelemahan terhadap eksistensi dan marwah organisasi. Dalam konteks ini Independensi HMI adalah institusionalisasi sikap, pandangan hidup, dan karakter pribadi.  Karakter pribadi itu sebagai modal sosial untuk berpendirian teguh sebagai watak idealis HMI. Hal ini senada dengan ayat Al-qur'an, diantaranya:

" Maka tetaplah kamu kepada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (QS.Hud,11:112).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun