Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Catatan Tepi: Superman dan Layangan

23 Januari 2023   06:02 Diperbarui: 23 Januari 2023   06:32 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angan-angan saya waktu kecil sangat sederhana, nggak muluk tapi absurd.

Saya ingin jadi Superman. Bukan pingin jadi jagoan, tapi supaya bisa terbang dan mengalahkan teman dan orang yang jadi rival mengejar layangan putus.

Dengan bisa terbang saya akan bisa  mengalahkan mereka yang lebih tinggi. Otomatis layangan sebelum menyentuh ke bumi dan digapai oleh galah-galah panjang, saya akan bisa lebih dulu merebutnya. Memiliki layangan banyak adalah sebuah kemewahan.

Jadi orang yang tak bertubuh tinggi waktu kecil membuat saya merasa dunia gak akan bisa saya taklukkan tanpa punya kekuatan super, itu terasa sekali ketika saya selalu kalah dalam merampas layangan yang tengah melayang dari udara menuju tanah.

Dua doa saya yang nggak putus dipanjatkan sejak kecil kepada Tuhan.

"Beri kekuatan super atau tinggikan badan saya ya Allah. Lainnya saya gak banyak keinginan.

Untuk mewujudkan kekuatan super, saya ikut beladiri olah nafas yang hasilnya nol.

Saya paling gembira jika sering mendapatkan serangan cegukan. Kata orang, itu tanda bahwa badan manusia akan bertambah tinggi.

Usai cegukan biasanya saya akan menuju dinding yang telah dibuat ukuran vertikal dari meteran jahit milik ibu. Untuk mengukur pertambahan tinggi badan.

Hingga menjelang SMP saya masih tetap kecil mungil dan mulai berhenti berharap untuk bertambah tinggi.

Masa itu pecah perang Falkland, Inggris menggempur daratan Argentina. Setiap hari berita tentang pesawat Sea harrier melawan Sky hawk muncul di TV dan koran.

Dari lembar koran Kompas yang saya baca di langganan  tempat main masa kecil di Taman Martina Tiahahu samping Terminal Blok M saya bertanya ke pemilik lapak koran.

"Kok bisa ya berita perang ada yang ngelihat, bikin berita, langsung ada disana?"

"Itu kerjaannya wartawan perang tong. Mereka disana sembunyi gak kelihatan. Mungkin bawa-bawa kamera, sama buku," jawab pemilik lapak

"Bisa gak kelihatan ya bang?" tanya saya heran

"Badannya harus kecil...naah elu cocok tuh kalo jadi wartawan perang, badanlu kecil bisa ngumpet, gak kelihatan!"

Sekitar Mei 1982 itu, tiba-tiba saya dapat inspirasi mengubah keinginan dari menjadi Superman bergeser untuk jadi wartawan perang.

Setiap menonton dan membaca berita perang Falkland atau Malvinas saya menuliskan ulang menjadi sebuah berita versi saya.

Entah dimana buku-buku berita itu, cerita tentang perang timor timur dari Hendro Subroto juga saya susun versi anak kecil.

Perang Malvinas memberi pesan pada saya bahwa tubuh kecil juga bisa mengubah dunia.

Sayangnya Tuhan lebih pilih mengabulkan doa saya. Menjelang SMA badan saya menjulang tinggi.

Dan tak ada satupun peperangan yang telah saya liput meskipun saya tetap menulis.

Serat Hayat - AN 220123

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun