Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Memulai Cerita Lama Puncak Slamet di Kaliwadas

1 Oktober 2021   15:13 Diperbarui: 1 Oktober 2021   15:15 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Basecamp kaliwadas dibangun dengan sederhana namun bersih. Berada di muka pematang menuju sawah yang digagas oleh mahasiswa-mahasiswa KKN IAIN pekalongan. 

Berdinding triplek kokoh dengan lantai yang tertutup oleh karpet tebal yang nyaman. Tak didapati signal handphone, sehingga ketika kami hendak mengabarkan ketibaan kami ke rumah, kami tak bisa melakukannya.

Sore itu kami merencanakan perjalanan ditemani dua penjaga gunung bernama Mas Bram dan wandi beserta beberapa lelaki yang mengabdikan hidup mereka untuk merawat hutan dan satwa disekitar lereng gunung slamet.

Meskipun kami membutuhkan nasehat untuk menjalani jalur pendakian namun nampak sekali mereka sangat menaruh hormat pada saya yang mereka anggap telah lebih senior dalam urusan mendaki gunung meskipun diantara mereka ada yang telah mencapai puncak pyramid cartenz.

Malam itu hanya kami bertiga pendaki yang telah siap berangkat atas pengawasan mereka. sebagai pendaki sejati, mereka tak mengumbar nasehat-nasehat. 

Kami hanya berdiskusi tentang cuaca, tipe jalur yang akan dilalui, kerapatan vegetasi dan sumber  sumber air yang ada. Mengingat semua istilah pendakian kami pahami maka tak ada pelajaran lebih lanjut mengenai teknik pendakian.

Kami menyusun satu demi satu perbekalan kedalam tas carrier sesuai dengan urutan yang akan dikeluarkan selama perjalanan ke puncak agar ketika butuh sesuatu tak perlu lagi menguras isi tas keseluruhan selama di jalan.

  Malam di basecamp kami lalui dengan bercerita panjang tentang pengalaman penjaga gunung menaklukkan pucuk-pucuk gunung di seluruh Indonesia dan yang amat saya suka, semakin banyak mereka menaklukan puncak gunung, semakin mereka merasa bahwa mereka bukanlah siapa-siapa.

Secangkir kopi hitam lereng gunung slamet tanpa gula saya seruput, dicampur beberapa bulir beras hitam beraroma pandan. Aneka gorengan serta semangkuk mie rebus panas dicampur telur menjadi sebuah kemewahan yang menghiasi jamuan makan malam hari itu. Saya mungkin paling tua diantara mereka tetapi tak ada penghalang usia untuk kami bersama melewati malam itu.

Oksigen desa kaliwadas terasa begitu manis kami hirup, angin gunung melata dari lereng menyapa desa nan eksotis. Pucuk-pucuk pinus membentuk irama malam hari, melepaskan penat kota yang kami tinggalkan, melipat sejenak segala persoalan yang tengah dihadapi. Dingin mengantar kami memasuki sleeping bag yang tergulung rapi.

"Jika Om beruntung, besok akan bisa menjumpai macan kumbang dalam perjalanan. Menjumpai suara keramaian seperti pasar ditengah hutan atau berbagai penghuni gunung yang bahkan kamipun belum pernah temui. Istirahat yang cukup supaya besok bisa menyusuri jalur punggung Sembilan naga yang rasanya biar om nilai sendiri," malam itu Mas bram memberikan wejangan sebelum tidur. Kami berencana berangkat mendaki usai subuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun