Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku dan Syekh Ali Jaber, Catatan Tepi

14 September 2020   04:52 Diperbarui: 14 Januari 2021   13:30 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masjid Nabawi penuh sesak. Shalat Tarawih Ramadhan 2007 babak pertama baru saja usai, bagi yang menjalani shalat tarawih sebelas rakaat dipersilahkan menuntaskan shalat witirnya sedangkan bagi yang akan melanjutkan diberi jeda selama satu jam untuk kemudian melanjutkan tarawih. 

Di masjid Nabi ini tak ada saling mau menang sendiri, nyinyir soal jumlah rakaat apalagi hujat menghujat, semua transisi perbedaan berjalan begitu damai.

Dalam waktu jeda saya mendekati Raudah, sepenggal surga di bumi yang konon akan dijumpai kelak ketika kita layak menghuninya. 

Raudah adalah sepetak lahan didalam masjid Nabawi dimana Rasul kerap menunaikan shalat jamaah bersama sahabatnya ketika masih berjumlah hitungan jari. Disana ada mimbar tempat Muhammad menyampaikan dakwahnya.

Ratusan bahkan ribuan orang merangsek untuk mendekati dan berusaha menunaikan shalat sunah di beberapa sajadah yang warna hijaunya dibedakan dari warna karpet Nabawi pada umumnya.

Saya tak mampu menembus sekian banyak manusia berbadan besar ditambah saya harus membimbing seorang guru tua yang menyerahkan nasibnya selama di tanah suci pada saya karena keterbatasan pengetahuannya.

Dari tepi kerumunan saya hanya bisa melihat orang-orang tengah menangis mengerumuni mimbar untuk memanjatkan doa-doa, sementara dari kejauhan sebagian meratap di dinding yang membatasi makam nabi. 

Saya tak mengerti apa yang mereka ratapi tetapi siapa peduli. Ditengah keterbatasan Raudah saya mengajak pak Ade, guru tua untuk mengambil tempat yang aman dari lalu lalang jamaah dan tak berharap bisa menembus ke Raudah.

Dalam khusuk berdoa dibeberapa meter dari raudah tiba-tiba seorang Askar (tentara penjaga) menggamit tangan saya lalu mengajak mendekati Raudah menembus kerumunan jamaah yang menanti giliran shalat di sekian jumlah sajadah dilahan Raudah.

Saya menuruti tarikan Askar tersebut meski takut telah melakukan kesalahan, pak Ade, guru tua yang mengikuti saya tak melepas genggamannya pada gamis yang saya kenakan malam itu, ia membuntuti sepanjang saya menuju tepi dekat Raudah.

Askar membawa saya pada seseorang berjanggut rapi. Tatapannya teduh dan lelaki muda ini tersenyum sambil bertanya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun