Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menunda Permintaan Anak

14 Maret 2020   18:01 Diperbarui: 14 Maret 2020   18:01 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya akui bahwa saya adalah lelaki yang tak sabaran tetapi sebagai seorang ayah saya adalah lelaki yang senang menunda sesuatu. Menjadi seorang ayah ketika si kembar hadir ke dunia menjadikan saya dua pribadi yang berbeda.

Ketika keluarga kecil kami punya kesempatan berlibur, Qiqi si kembar kecil kami pernah melewati satu toko penjual mainan yang cukup menarik di dekat monumen ground zero paddys cafe. 

Di depan etalase toko, kami berhenti karena Qiqi kecil terlihat begitu tertarik pada apa yang dipajang dibaliknya. Ketika kami mengajaknya berlalu ia bergeming lalu mulai tangis pecah dengan rengekan yang keras:

"Mau mobil orange...mau mobil orange!" entah mobil mainan mana yang dia inginkan. Saya meminta semua bergerak, menjauhi toko dan berjalan menuju hotel. Lima belas menit kami menuju hotel, Qiqi tak berhenti merengek dengan kalimat permintaan yang sama. 

Puluhan orang yang melintas berlawanan kadang melihat aneh sosok anak yang merengek demikian keras. Saya yakin uang dikantong saya pasti ada untuk hanya sebuah mobil mainan demi menghentikan rengekan anak sendiri, tetapi saya memilih menggiring ketiga anak lelaki kecil kami menjauhi toko mainan itu.

Kami berdiskusi mainan apa gerangan yang Qiqi inginkan tetapi tetap  tidak kembali ke toko yang ia inginkan, saya memutuskan untuk tidak membelikan dan lebih memilih hanya  mendengar rengekan. 

Seminggu setelah libur usai saya bertugas ke satu tempat dinegeri tetangga dan disana saya membelikan tiga mobil mainan dengan warna yang berbeda. Setiba di rumah ketiga anak lelaki kecil menerimanya dengan riang gembira.

Bertahun-tahun kami menjalani kehidupan  bersama ketiga anak yang tumbuh membesar tak ada satupun  permintaan diluar tugas sekolah yang instan saya belikan. 

Saya hanya mendengarkan dan tak pernah membelikan. Sudah jelas ini satu siksaan bagi saya yang tak sabaran dan selalu menginginkan segala sesuatu untuk lekas terwujud, tetapi sebagai seorang ayah saya melawan sikap saya sendiri.

Nampaknya sejak peristiwa rengekan mobil orange tak pernah ada rengekan anak kecil di rumah kami meminta sesuatu. Sesekali waktu kami berjalan-jalan ke toko mainan besar untuk windows shopping dan melihat betapa antusiasnya ketiga anak lelaki mendekati mainan berbeda yang mereka suka tetapi keluar toko tak satupun kami membeli mainan disana. 

Dua tiga minggu kemudian saya kembali ke toko tersebut dan membeli mainan yang dulu mereka nampak sukai lalu memberikannya pada mereka ketika pertama kali saya bertemu mereka di rumah. Hal ini berlaku untuk keinginan yang saya anggap baik saja karena tak jarang beberapa keinginan mereka tak saya penuhi karena tak bermanfaat dan membahayakan

Entah apa yang ada dipikiran mereka melihat ayah seperti saya. Mungkin mereka pikir saya adalah ayah yang tega membiarkan mereka merengek tanpa hasil. Namun semua itu bermuara pada sikap mereka saat ini.

Kini ketika mereka mulai remaja, saya merasakan bahwa apa yang mereka minta hanya pada apa yang mereka perlukan. Tak pernah ada merk yang disebutkan tetapi ada pada fungsi yang mereka butuhkan. 

Anehnya lagi ketika saya membelikan mobil baru untuk keluarga agar kami bisa lebih nyaman bepergian keluar kota, komentar yang keluar adalah: "Ini mobil buat apa ayah? Mobil yang lama kan masih enak dipake!"

Hingga kini mereka kuliah menggunakan motor yang sama dengan yang mereka gunakan di kelas dua SMA, ditawarkan motor baru agar kelihatan seperti remaja kekinian malah dijawab: "Kalo pake yang baru pusing mikirin markir di tempat rame, takut dicolong, takut dibegal..enak yang  ini mau taroh mana aja nggak ada yang ngelirik. Yang penting sampe kampus," begitu mereka memilih untuk pake motor bermerk aneh KYMCO.

Mungkin dari situlah sejak dulu tak menyebabkan saya berharap duit aneh aneh dari proyek yang saya jalankan. Karena rengekan anak kerap membuat seorang ayah yang merasa tak cukup penghasilannya gelap mata menerima sogokan atau pemberian yang tak semestinya diterima.

Saya memahami sebagai remaja masa kini, anak anak pasti punya keinginan yang setara dengan remaja lain, tetapi saya mencoba untuk menanamkan bahwa keinginan harus diperjuangkan bukan dengan paksaan melainkan dengan keyakinan bahwa doa, usaha dan sikap yang terpuji akan menghasilkan pemberian yang sesuai dengan yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.

Hidup itu seperti di supermarket, apapun yang kita ambil didunia harus kita bayar di akhirat. Saya tak ingin  terbaring di barzah dengan keranjang belanjaan yang haram  untuk membahagiakan anak sementara saya tak bisa lagi mengembalikan pada tempatnya.

Dunia memang tempat memilih, dan ini adalah pilihan saya, menjadi sosok ayah  yang tak sempurna yang kerap menunda dan tak ingin mencampuri pilihan ayah lain. Terserah saja.

-From the desk of Aryadi Noersaid-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun