Wajahnya lelah, topi dikepalanya beringsut kekanan menutupi sedikit daun telinganya yang seolah terjepit diantara topi dan pelipisnya. Tangannya melipat ujung plastik besar agar tak kemasukan angin. Malam mulai dingin oleh hembusan angin yang menyeberang dari tepi jalan tol di stasiun Jurang mangu.
"Bagus jualan hari ini bang?" tanya saya.
"Kurang pak, nggak seperti biasanya. Ini masih banyak," lelaki itu menunjuk dua gunung dagangannya. Kerupuk Bangka dan opak singkong yang berwarna krem.
"Trus pulangnya kemana?"
"Ke Duren sawit. Nanti turun di Tanah abang, lanjut Manggarai terus ke Bekasi," sahutnya
"Jauh banget!"
"Ya beginilah, kadang sampai ke Parung panjang pak. Keliling perumahan" Katanya lesu. Petugas kereta mengumumkan lewat pengeras suara lima menit lagi kereta akan tiba. Jam menunjukkan pukul delapan malam lebih delapan belas menit. Seorang petugas keamanan kereta mondar -mandir mengawasi jalur satu.
"Kayaknya opaknya enak, berapa dijual bang?" tanya saya tertarik melihat lembaran opak yang bulat dalam plastik.
"Lima belas ribu dua, dua puluh ribu tiga," sahutnya
"Kalo gitu saya beli tiga!" pinta saya.
"Jangan pak. Nggak boleh,"