Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan Tepi, "Say No To Katebelece"

8 April 2018   13:46 Diperbarui: 8 April 2018   13:58 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Waktu terasa begitu cepat terlewati. Rasanya saya seperti baru saja menjalani sendiri rangkaian perburuan mencari masa depan beberapa masa lalu dan hari-hari belakangan ini saya telah berdiri disamping lapangan sepakbola menghitung jumlah putaran waktu dan jarak berlari anak-anak lelaki saya yang tengah mempersiapkan diri untuk bisa lolos dalam persiapan fisik dan mental seleksi Akademi Militer seperti yang mereka inginkan.

Saya pernah gagal untuk lolos di seleksi akademi militer dan kegagalan itu juga memberi gambaran kepada dua anak lelaki kembar bahwa usaha adalah tugas kita sebagai manusia sementara hasil tak ada satupun yang bisa mengintervensi kecuali keputusan Allah SWT. Kepada mereka saya sampaikan  bahwa mencapai sesuatu harus dilewati dengan usaha dan usaha itu harus dimuluskan lewat cara yang baik dibumbui doa.

Selepas gagal di akademi militer dulu saya tetap memburu akademi kedinasan yang memiliki 'gimick' sekolah tanpa membayar dan justru dibayar. Maka sampailah saya pada satu seleksi akademi kedinasan disatu department yang menerapkan pendidikan yang hampir serupa dengan Akademi Militer. Proses seleksi hampir memiliki kemiripan, hanya bedanya institusi ini adalah institusi sipil.

Test berupa syarat administrasi terlewati dan lewat beberapa pemeriksaan kesehatan peserta yang dinyatakan lolos bisa mengikuti test selanjutnya yaitu test jasmani. Lapangan bola terbentang di siang bolong dan masing-masing calon peserta diharuskan berlari selama dua belas menit  untuk menempuh jarak minimal enam kali berkeliling lapangan bola tersebut. Test berupa sit up, push up dan pull up juga menerapkan jumlah yang ditentukan untuk dapat lolos.

Seorang teman yang lama tak bertemu secara tak sengaja berjumpa ketika sama-sama akan memulai test. Panitia memanggil satu persatu dan kami berdua berlari tak jauh secara berurutan. Dia berlari lebih dulu karena nomor urutnya berada dua jarak didepan saya. Dalam dua putaran saya mampu menyusul teman saya dan ia nampak berusaha mengimbangi kecepatan saya. Dengan nafas sama-sama tersengal kami berlari sambil berbicara satu sama lain.

"Aah..test ini beratnya kayak gini, belum nanti push up, pull up, berenang, gue gak kuat. Lagi juga ngapain ikut test berat-berat gini, nanti lulus juga gajinya kecil!" katanya terengah.

"Jalanin aja, kita lari aja, kuat syukur gak kuat ya udah!" sahut saya.

"Nggak ah...gua berhenti, udah yuk berhenti, cape-capein, gak guna....," ia melambatkan larinya. Sebelum terpisah jarak saya berusaha membujuknya.

"Ayo deeeh...tiga putaran lagi!" ajak saya memberi semangat. Tetapi dia tetap melambat dan menghentikan larinya. Diputaran keempat saya tak lagi melihatnya dilintasan pinggir lapangan. Dia jalan melenggang menjauhi lapangan. Dan duduk ditepi dibawah rindangnya pepohonan.

Saya lewati test jasmani dan fisik dengan susah payah lalu mendapatkan berita bahwa pengumuman hasil akan diumumkan tiga hari kemudian untuk selanjutnya bagi yang lolos bisa melanjutkan ujian mental dan ideologi. Saya menanti tiga hari dengan harap-harap cemas. Dihari ketiga pengumuman dipasang, saya dinyatakan bisa masuk ketahap selanjutnya dan esoknya test mental ideologi dilaksanakan secara tertulis.

Sebelum masuk keruang test MI yang mengutamakan pengukuran kesetiaan bernegara serta ukuran akhlak dan moral satu persatu peserta harus mencari kelasnya maisng-masing dan saya mendapatkan kelas bertuliskan kelas C. Dengan peralatan tulis dan alas kayu yan harus disiapkan saya menelusuri deretan bangku bertuliskan nomor peserta dan sebelum bertemu nomor duduk yang saya miliki, pandangan saya tertumbuk pada sosok yang saya kenal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun