Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Paksa Dia untuk Sempurna

30 Agustus 2017   10:18 Diperbarui: 30 Agustus 2017   23:13 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjalanan saya mencari Tuhan telah selesai ketika memutuskan untuk mencari pasangan hidup. Ketika keinginan untuk siap berumah tangga diputuskan oleh diri sendiri bukan oleh orang lain, saya telah tidak lagi meragukan mengapa saya memilih agama yang saya anut dan Tuhan tidak lagi menjadi pelengkap hidup saat dibutuhkan tetapi Dia hadir dalam setiap keputusan dan tindakan yang saya lewati di dunia ini.

"Apa kriteria istri idaman kamu?" tanya teman pada satu obrolan lewat tengah malam di saat masih bujang. 

"Perempuan!" jawab saya tegas. 

"Ya iyalaah... .maksudnya mesti seiman, berjilbab, cantik, kaya?"

"Perempuan..yang punya akhlak baik, yang berlaku selayaknya seorang perempuan!" tegas saya. 

"Nggak perlu seiman, nggak perlu berjilbab, nggak perlu cantik?" tanya kawan saya lagi. 

"Seseorang yang kamu cintai akan terlihat cantik setidaknya untuk kita yang mencintai. Kecantikannya akan membawamu berusaha mendekatinya, mengenalnya, dari situ kamu akan tahu seberapa berimannya dia, seberapa potensialnya dia," 

"Nyarinya di mana?" 

"Yang pasti ya nggak di 'Earth Quake' lah...hahahaa." 

"Jiaaah....di diskotik 'Earth Quake' sih lu dapat perempuan beler!" 

Menyadari saya tidak ganteng maka mencari pasangan hidup dijalani dengan hati-hati meskipun penolakan oleh seorang perempuan hanya karena seorang laki-laki yang mencintainya tidak ganteng sesungguhnya adalah penyelamatan dari Tuhan bagi laki-laki tersebut untuk tidak mendapatkan pasangan yang mengukur segala sesuatu dari yang tampak saja. Tapi penolakan tetap saja menyakitkan dan saya tak mau itu terjadi pada saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun