Mohon tunggu...
Arya Dewangga
Arya Dewangga Mohon Tunggu... Lainnya - Keep walking!

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030152

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Akankah Derby Sepak Bola Yogyakarta Masih Berlanjut?

7 April 2021   21:00 Diperbarui: 7 April 2021   21:07 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keinginan menjadi nomer satu sebagai barometer sepakbola DIY, mungkin itulah yang menjadi dasar munculnya rivalitas kedua kubu suporter sepakbola asal yogyakarta ini. 

Jika kita menengok pada realita kehidupan sosial sehari-hari, sebenarnya hubungan antara Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta terlihat normal seperti hubungan dengan kabupaten tetangga seperti Kabupaten Bantul dan Gunungkidul, bahkan mungkin tidak pernah ada konflik terjadi karena masih dalam satu wilayah kekuasaan Kasultanan Keraton Yogyakarta. Akan tetapi akan berbeda cerita jika kita melihat pada rivalitas 2 klub sepakbola yang berada di "satu rumpun" ini.

Kabupaten Sleman memiliki kebanggaan yaitu PSS Sleman yang berjuluk Super Elang Jawa dengan pendukungnya Slemania dan juga ultras fanatik mereka Brigata Curva Sud yang cukup dikenal dunia karena kekompakan dan loyalitas mereka dalam mendukung tim kebanggaannya, Sedangkan Kota Yogyakarta sendiri memiliki kebanggaan kotanya yaitu PSIM Yogyakarta dengan pendukung setianya Brajamusti (Brayat Jogja Mataram Utama Sejati) dan juga The Maident (Mataram Independent).

Masyarakat kota Yogyakarta telah bersatu mendukung PSIM Yogyakarta, klub sepak bola yang didirikan pada tahun 1929. PSIM Yogyakarta sendiri merupakan salah satu yang menjadi pendiri PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia). 

Dalam konteks mendukung persatuan klub, Suporter sepakbola yang berada di DIY sebenarnya relatif harmonis. Barulah kemudian setelah memasuki tahun 2000-an situasi ini berubah pada waktu bersamaan dengan otonomi daerah dan klub-klub baru mulai bermunculan di Yogyakarta, PSIM Yogyakarta awalnya adalah klub "Lajang", Barulah kemudian lahir Persiba Bantul  pada tahun 1967 lalu disusul PSS Sleman klub yang berdiri tahun 1976.

Meskipun menjadi tim termuda yang berdiri di DIY, PSS Sleman terbilang cukup sukses   dan mulai menarik dukungan publik Sleman dan sekitarnya yang kemudian PSS Sleman berhasil naik kasta dan dipromosikan ke Divisi Utama Indonesia. 

Sementara itu, tim tetangga mereka PSIM Yogyakarta pada musim yang sama harus turun kasta. Di sinilah mulai timbul rasa kecemburuan dari pendukung PSIM Yogyakarta karena sebelumnya tim kebanggaan mereka yang menjadi ikon atau barometer sepakbola DIY yang kemudian secara perlahan direbut oleh PSS Sleman.

Persaingan di antara PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman selalu menimbulkan ketegangan pada setiap pertandingan yang melibatkan 2 klub Yogyakarta ini, atmosfer pertandingan selalu lebih panas. Wajar sebenarnya jika ada persaingan dalam dunia sepakbola, Karena setiap kubu suporter pasti menginginkan tim kebanggaan mereka meraih kemenangan. 

Namun sangat disayangkan, karena terkadang di setiap persaingan tersebut melewati batas kewajaran. Rasa persaingan menjalur tidak hanya selama pertandingan dan di dalam stadion saja, namun meluas hingga keluar stadion dan diiringi dengan kekerasan. Akibatnya, banyak pihak yang dirugikan mulai dari pihak pengelola pertandingan, pihak keamanan dan pihak lainnya karena adanya kerusakan dan korban luka.

Kerusuhan pertama kali yang melibatkan suporter PSS Sleman vs PSIM Yogyakarta terjadi pada tahun 2001, dimana saat itu suporter PSIM Yogyakarta diusir dan disudutkan oleh Slemania karena suatu hal. 

Tahun 2007 kerusuhan kembali terjadi antara Slemania dan Brajamusti di Stadion Maguwoharjo. Diawali saling ejek antara 2 kubu suporter didalam stadion, kerusuhan melebar hingga keluar stadion dan terjadi aksi saling lempar benda-benda keras yang tak bisa diantisipasi. 

Setahun berselang kerusuhan antara 2 rival ini kembali terjadi, kali ini kubu Brajamusti yang menjadi provokator dengan membakar bendera Slemania karena tak puas dengan hasil pertandingan. Namun kerusuhan pada saat itu dapat diredakan dengan segera oleh pihak keamanan.

6 tahun lalu pernah terjadi kerusuhan besar, bahkan tidak hanya melibatkan 2 kubu suporter namun juga ada bantuan dari warga dilokasi yang juga tidak sepaham dengan kubu suporter PSIM Yogyakarta. Konflik skala besar terjadi saat suporter PSIM mendukung tim  kebanggaan mereka dalam pertandingan dengan PPSM Magelang 13 Maret 2015. 

Dalam perjalanan menuju Magelang, Suporter PSIM Yogyakarta mengalami serangkaian aksi kekerasan yang terjadi dengan sekelompok orang di sepanjang jalan Magelang, khususnya di dekat Kota Sleman. 

Menurut kesaksian pendukung PSIM Yogyakarta, sekelompok orang yang mengalami konflik kekerasan dengan mereka adalah pendukung PSS Sleman, Namun dalam berbagai laporan kerusuhan pecah antara pendukung PSIM dengan warga di koran lokal di Yogyakarta. Laporan koran lokal ini terbit di Yogyakarta yang kemudian kemarahan pendukung PSIM. Mereka memprotes laporan media yang dianggap tidak proporsional.

Saat suporter PSIM dari Yogyakarta akan berangkat ke Kota Magelang bentrok dengan warga Jalan Magelang di Sleman. Jalan Magelang sendiri merupakan salah satu basis terkuat suporter PSS Sleman. 

Malam harinya saat kembali dari Magelang, suporter PSIM Yogyakarta memilih memutar melewati Jalan Magelang dengan menempuh jalur Magelang-Purworejo-Wates- Yogyakarta. Memutar balik bukan berarti kerusuhan akan lenyap. kerusuhan yang melibatkan 2 kubu suporter ini pindah ke Jalan Wates antara Wates dan Yogyakarta. Beberapa lokasi di sepanjang jalan Wates dikenal sebagai basis suporter PSS Sleman.

Cepatnya penyebaran informasi tentang kerusuhan yang terjadi mendorong konsentrasi publik yang lebih besar pada media sosial. Sepanjang Jalan Magelang banyak massa yang berkumpul untuk mencoba melawan suporter PSIM Yogyakarta, terutama yang dalam perjalanan pulang dari Magelang.

Bahkan sebagian besar suporter dipindahkan melalui jalur Purworejo untuk menghindari konflik yang lebih besar. Dilaporkan beberapa pendukung menjadi korban kerusuhan di Jalan Magelang yang dipukuli oleh massa. Kelompok pendukung PSIM Yogyakarta yang melewati jalur Purworejo pada jumat malam, kembali bersama di Jalan Wates, jalan utama yang menghubungkan kota Purworejo dan kota Yogyakarta.

Akibat dari beberapa kerusuhan yang terjadi di derbi mataram tersebut, Pihak pengelola liga selalu mengantisipasi konflik agar tidak kembali terulang dengan cara salah satunya menggelar pertandingan tanpa penonton. Dalam sebuah laga bertajuk derbi memang selalu menghadirkan rasa persaingan yang memanas, namun baiknya kita sebagai suporter menjunjung tinggi sportivitas tanpa harus saling melukai satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun