Hutan yang terletak lumayan jauh dari kota juga tidak kalah ribut. Tempat ini menjadi semacam tempat pelatihan keras. Korbannya juga seorang bocah. Sedari tadi dia mesti bergelayutan di atas dahan pohon.Â
Belum lagi arahan menarik tubuh bagian bawahnya ke atas. Kedua tangan yang menjadi tumpuan terasa sakit sekali. Belum lagi nafasnya yang terpingkal-pingkal.
"Lebih cepat!! Lebih cepat!! Lebih cepat!!"
Bocah itu hampir kehilangan kesadarannya. Hal yang aneh, ketika menyadari bahwa dia masih hidup dan masih bergelayutan. Di bawahnya terdapat sebuah pedang yang terhunus. Pertaruhan nyawa lebih diutamakan.
"Kuatkan jiwamu!!! Apa kau memang sudah ingin mati?"
Bocah itu tidak mendengarkan. Di dalam hatinya, dia merasa begitu dongkol. Kekesalan tersebut membuat fisiknya melebihi ambang batas, bahkan begitu jauh melampaui. Akan tetapi, bocah tersebut tetap tidak mencapai tahapan memuaskan. Tubuhnya seharusnya sekeras batu saat ini. Namun, tubuhnya hanya mengeras sedikit setelah pelatihan neraka selama lima tahun.
"Ini adalah bentuk hukuman!! Bukan hukuman dari manusia, melainkan dari langit!!! Jangan menjadi beban lagi!!!"
Bocah itu ingin menangis kencang. Sayang, tenaga yang tersisa bahkan tidak merestui. Sesekali dia memandang ke langit cerah. Birunya langit juga tidak menyapa dirinya. Awan hitam bergumul dan mendekat ke arahnya.
Bocah itu merasa dirinya begitu malang. Mati pun juga bukan pilihan. Kisah buruk tentang dirinya telah menjadi bahan omongan masyarakat. Dia benar-benar bimbang, apakah dia seharusnya tetap hidup atau memilih mati saja.