Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Vrijland

17 Januari 2019   07:05 Diperbarui: 17 Januari 2019   07:46 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tatapan Lav hanya tertuju kepada sebuah pohon beringin yang sudah cukup tua usianya. Sangat mentereng sekali, hanya ada satu pohon sebesar itu di bukit sana. Tidak terlalu jauh, palingan berjalan kaki setengah hari saja sudah bisa mencapai tempat itu. Dan juga, beberapa kalimat yang terdapat di dalam perkamen yang pernah ia baca terngiang-ngiang kembali di dalam pikirannya yang sedang berkecamuk.

Sungguh!! Jangan biarkan dirimu terkecoh oleh penampilan luar dari suatu makhluk. Pohon beringin itu, jangan lihat kesannya sebagai tempat tinggal para setan. Ingatlah!! Apakah dirimu ingin mencari setan atau ingin mencari manusia??

Dia mencoba menafsirkan, bahwa keberadaan kuil itu berbatasan dengan sebuah pohon beringin. Kelemahan memang selalu ada di dalam tafsir manusia, dia tidak bisa menyimpulkan dengan baik apakah pohon beringin itu yang muda atau yang sudah tua?? Sulit untuk menebak di bagian pohon beringin yang mana para peramala itu menyembunyikan diri mereka dari sentuhan peradaban. Selain itu, sudah jelas juga terdapat peringatan bahwa jika para pengelana salah-salah memilih pohon beringin, bisa-bisa mereka justru dipermainkan oleh para penghuni hutan yang kasat mata. Mereka suka menyesatkan para pengembara kemudian membunuh mereka sebelum me-sup-kan daging dan tulang belulang mereka. Atau, menurut kesaksian beberapa kisah yang lebih lunak, para pengembara Cuma dijadikan hewan peliharaan bagi mereka. Atau, ada juga yang mengatakan bahwa para pengembara dibawa paksa ke dunia mereka untuk dijadikan koleksi souvernir atau hiasan rumah. Versi paling baik, ada beberapa manusia beruntung yang akan dijadikan suami atau istri dari para penghuni dunia lain itu.

"Kita tidak bisa berhenti terlalu lama di tempat ini, Parman. Lihatlah di belakang kita, awan hitam itu semakin pekat dan mengembul di atas langit TarukoPedang. Ini adalah sebuah keniscayaan bahwa menunda-nunda waktu sama saja memercepat alur kematian bagi desa kita. Kita harus segera menemukan dimana kuil para peramal itu berada." Tidak pernah Lav terlihat panik seperti itu. Tongkat yang sedari tadi dia pegang diputar-balikkan dengan kacaunya. Tidak sampai di situ, sesekali tongkat itu dipindahkan dari tangan kiri ke tangan kanan dan sebaliknya dengan cara dilempar-lempar. Sungguh aneh.

"Tuan Lav, ini adalah pertama kalinya saya melihat Anda begitu khawatir seperti itu. Kesulitan memang sedang melanda kita, tapi jangan sampai kesulitan itu mengubah pribadi kita secara perlahan-lahan. Aku justru merasa ketakutan melihat tingkah Anda saat sekarang ini, Tuan Lav. Saya mohon, berpikir jernihlah lagi. Beritahu saya beberapa informasi yang mungkin bisa saya tafsirkan untuk tuan." Parman tetap duduk, tenaganya belum sepenuhnya terlalu pulih. Di dalam hatinya, dia memang sangat memuji betapa mujarabnya obat yang diberikan oleh Lav tadi. Akan tetapi, dia juga menyadari bahwa staminanya belum sepenuhnya pulih. Dia masih memerlukan waktu untuk mengisi ulang staminanya yang terkuras habis setelah beberapa hari berjalan kaki melewati pedalaman hutan yang misterius.

"Aku tahu beberapa, tapi aku juga ragu untuk memberitahukannya kepadamu,"

"Mengapa demikian Tuan Lav? Apa Anda meragukan saya? Kalau benar demikian, sungguh malang nasib saya ini. Sampai-sampai seorang yang paling bijak di desa meragukan saya,"

"Jangan merendah diri seperti itu. Kekhawatiranku ini hanyalah alasan waktu saja. Maksudku, tidak ada gunanya meragukan kemampuan berpikirmu, Parman. Hanya saja aku belum siap memberitahu beberapa pengetahuan tentang para peramal itu."

Perbincangan yang cukup alot itu sempat menaikkan tensi yang ada. Tetap saja, Parman yang sedari awal hanya menurut kepada Lav merasa direndahkan. Baginya Lav sulit mengakui kehebatan berpikir yang dia miliki. Dengan ini, dia semakin yakin bahwa seseorang yang sudah terlalu lama berada dan diakui sebagai pemegang tahta tertinggi akan mudah merendahkan orang lain di bawahnya.

Lain halnya dengan Parman, Lav justru berpikir bahwa Parman lah yang terlalu bersumbu pendek. Bisa-bisanya seorang tetua kehilangan kesabaran di dalam menunggu datangnya pengetahuan. Ini tidak bisa dibiarkan!! Bahkan, seharusnya Parman sudah harus dilengserkan dari posisinya saat sekarang ini.

"Aku tidak habis berpikir betapa lemahnya dirimu, Parman. Padahal aku, dari awal sampai percekcokan antara kita tadi, menganggap dirimu sebagai penggantiku yang pantas. Tidak ada yang lain selain dirimu. Tetapi, perasaan yang terlalu kau hikmati itu justru membuyarkan semua harapan yang telah coba aku gantungkan kepadamu. Mengapa kau berpikir bahwa dirimua bisa membantu semua orang, Parman? Tidak kah kau mencoba berpikir untuk menyelamatkan dirimu sendiri saat sekarang ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun