Mohon tunggu...
Arif Wibowo
Arif Wibowo Mohon Tunggu... Copywriter -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Menyikapi "Jalan Rusak" dari Ibnu Hajar

2 April 2018   14:45 Diperbarui: 3 April 2018   10:31 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama ini saya mengunjungi sahabat saya yang sakit karena kecelakaan. Namun kecelakaannya tergolong  tidak keren.  Bagaimana tidak, cowok yang terkenal pilih tanding, penjajah hati wanita dan suka ngebut di jalanan ini nyungsep hanya karena jeglongan yang menyebar di jalanan. Kan tidak keren saudara.

Demi menjaga marwah kelaki-lakiannya, ia pun berkilah dengan mengatakan, jika jeglongan yang membuatnya terjatuh memang sangat dalam.

"Jeglongannya seperti kolam lele guys, lah Truk saja yang lewat jeglongan hampir saja terguling kok," 

Tapi, untungnya,luka yang dialami sahabatku ini tidak separah kisah masa lalunya yang tragis. Ya, dia hanya luka di bagian tangan dan kakinya dengan sedikit daging dan otot yang terpisah. Tapi cukuplah  lukanya ini membuatnya sulit berdiri dan berjalan kamar mandi. Beruntung dia punya sahabat-sahabat yang siap membantu seperti saya ini hehe.

Sementara itu, kondisi kendaraannya, Honda Megapro rusak di bagian tangki oli. Tangkinya pecah terkena jeglongan yang mirip kolam lele tersebut. Alhasil, megapro keluaran 2010 itu tidak bisa untuk dikendarai lagi. Beruntung saat kejadian, para sahabatnya cekatan membantu, sampai ada yang rela menggeladak kendaraannya puluhan kilometer. Pasalnya, bengkel-bengkel sudah pada tutup lantaran sudah larut malam.

Anehnya, si korban malah tidak mau untuk di antar ke puskesmas, justru memilih kembali ke kontrakan. Menurutnya, jika dirawat di puskesmas lukanya akan semakin lama untuk sembuh lantaran harus di jahit. Makanya, ia lebih memilih untuk kembali ke kontrakan dan mengolesinya dengan oli saja. Dia beranggapan oli lebih cepat membuat darah mampet. Sehingga mempercepat keringnya luka.

"Ngelmu seko endi iki," gumamku dalam hati.

Jika ditelusuri korban akibat jeglongan di jalan memang sangat banyak, tak hanya sahabatku ini. Ia hanya contoh kecil, ibarat kata, bak buih di lautan lah. Korban akibat jeglongan di jalanan ini telah memakan korban di berbagai daerah, bahkan tak jarang mengakibatkan korban jiwa. Biasanya, kejadiannya tergolong lazim, kejeglong kemudian tertabrak dari belakang, atau menghindari jeglongan, lalu tersrempet dari samping.

Benar, jalan bolong, atau yang sering diplesetkan masyarakat dengan sebutan "Jeglongan sewu" ini akan lazim ditemui di masa musim penghujan.  Yah, seakan kita harus maklum. kalau cuaca sedang buruk, ditambah hujan terus menerus. Jalanan kita akan bolong-bolong, dengan berbagai macam luas dan kedalaman yang berbeda-beda. Mau protes ke pemeritah monggo.

Namun, alih-alih mau mengkritik, saya sebisa mungkin mencari sisi positif dari banyaknya jeglongan Sewu dibiarkan hingga menimbulkan banyak korban ini.

Oh ya, mungkin saja pemerintah ingin agar kita merenung, sehingga kita mendapatkan pelajaran, mendapatkan hikmah agar menjadi pribadi yang lebih baik. "Likullis Syain Hikmatun" setiap suatu hal pasti ada pelajaran yg tersembunyi.  

Dari situlah saya jadi teringat dengan Kisah Ulama kenamaan, Ibnu Hajar Al- Asqolani, seorang Ulama kenama'an  umat Islam yang karyanya masih dikaji hingga sekarang.

Jadi gini, Dikisahkan dulu, Ibnu Hajar Al asqalani ini adalah seorang murid yg rajin, Namun sayangnya sekali otaknya bebal. dalam mengikuti pelajaran yang diajarkan selalu saja tertinggal dari  teman sebayanya. bahkan acapakali pelajaran yang ia dapat dari gurunya di madrasah seringkali hilang dari ingatan. Kejadian ini lama-lama membuatnya frustasi. Hingga akhirnya ia pun menyerah dan memutuskan untuk kabur meninggalkan madrsahnya.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba turun hujan sangat lebat yang memaksanya untuk berteduh ke dalam gua. Nah, saat di dalam gua inilah Ibnu Hajar Al-Asqalani melihat sebuah batu yang ditetesi air. Tetesan air yang nampak tiada henti itu menetes sedikit demi sedikit hingga mengakibatkan bongkahan batu tersebut nampak berlubang. Dari peristiwa itu, seketika membuatnya tersadar, betapapun sesuatu jika diasah terus menerus akan menjadi lunak.

"Batu saja bisa berlubang jika ditetesi air secara terus menerus, apalagi kepala saya yang tak keras-keras amat ini, pasti bisa menerima pelajaran jika belajar lebih tekun dan lebih giat lagi dari kemarin," Ujarnya.

Akhirnya, dari kejadian itu membuat Ibnu Hajar memutuskan untuk kembali lagi ke madrasahnya. Ia pun kembali dengan semangat yang berlebih. Lebih giat dan lebih rajin dari biasanya. Alhasil, isi kepalanya menjadi lunak dan menjadikannya mudah memahami berbagai macam pelajaran dari gurunya.

Dengan keuletannya dalam belajar ini, mengantarkannya menjadi seorang Ulama kondang di zamannya. Karya tulisnya pun sangat banyak. Bahkan, banyak hasil karyanya masih sering dikaji hingga sekarang. Seperti halnya kitab, : Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta'liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.

Nah, dari kisah Ibnu Hajar Al-Asqalani ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa, jika kita mau sedikit saja merenungi lubang-lubang jalanan yang dibiarkan menganga hingga menimbulkan banyak korban. Mungkin saja kita bisa lebih hebat dari pencapaian seorang Ibnu hajar Al-Asqalani ini, atau setidaknya menyamai beliaulah. Sayangnya, kita malas merenung, lebih mendahulukan kritik. Ah, masak gitu ?

  

Tabik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun