Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Terlarang (2)

1 Januari 2018   08:43 Diperbarui: 1 Januari 2018   08:58 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

'Berjuanglah  untuk perempuan yang sungguh-sungguh kau cintai. Dan  bila telah kau dapat, jagalah dia sepanjang hayatmu...'

'Jangan kau sia-siakan perempuan yang mengasihimu dan setia kepadamu.'

'Hati  laki-lakiku belajar tentang rasa sakit yang diperbuat kaum adam kepada  hawa. Ketika kesetiaan tak berbuah kesetiaan.' (Novel Athirah)

Aku tak bergeming dengan rasa cintaku. Aku akan tetap setia, terlalu setia malah. Bahkan aku tetap membantunya mesti dia memberiku kesetiaan. Mungkin inilah caraku membalas dendam padanya. Aku mungkin pengikut ajaran Erich From bahwa cinta merupakan tindakan aktif (bukan pasif). Berdiri di dalam cinta (bukan jatuh di dalamnya), memberi (bukan menerima). Hati yang terluka aku mesti tekan dengan semangat. Ada orang yang mencintaiku lebih darinya, ada keluarga yang mesti aku beri kasih sayang. Laki-laki memang tak sepenuhnya bisa diyakini. Cinta yang sangat kuat  dengan fondasi yang kukuh di awal tak menjamin  munculnya kesetiaan yang  abadi. Setiap perempuan boleh angkuh memutuskan kepada siapa cinta dan  kepercayaan hendak diberikan. Dan aku memilih itu...

Itu frame yang aku buat pasca menonton Athirah disalah satu televisi swasta nasional. Film inilah yang membuatku cepat beranjak dari acara tahun baru tadi malam. Sekiranya sang pemilik mata sayu nan ayu itu memilih berlama-lama di acara tahun baru itu, mungkin aku setia juga menikmati malam tahun baru di tanah lapang itu. Sayangnya setelah acara memperkenalkan anggota keluarga, dia hilang dari pandanganku. Dia adalah keponakan dari Pak RT yang akan lanjut studi S2 di kota ini. Mata sayu nan ayu sesuai namanya, Nur Aini.

Terpancar cahaya cintanya
saat kutatap matanya
bagai permata kemilaunya
memukau hati sanubari
seketika....

lamunan ku tersentak
hasratku meronta
gemuruh rasa terpaku sukma
dan panas senyuman
yang penuh misteri...
siapa gerangan sang puteri
ku kecap cinta putri misteri
tersarut pelangi
aku coba menangkap
bayang-bayangnya
diantara kembang seroja harum cinta
tapi malangnya
jatuh kelopak berduri dan sepi


puteri misteri....
pasti cinta 'kan bersua

*****

Sepekan telah berlalu dan sepanjang tujuh hari itu tak pernah aku temui sang pemilik mata ayu itu. Hasratku meronta, gemuruh rasa terpaku sukma. Itu gambaranku kini. Seperti lantunan "Puteri Misteri" milik Amy Search, terpancar cahaya cinta dimatanya. Minggu ini aku akan selesaikan urusuan administrasi seminar proposal thesisku. Aku sudah menemui kedua pembimbingku dan kedua pengujiku. Tanggal 17 Januari adalah kesepakatan keempatnya.

Ribet mengurus adminstrasi. Banyak Form yang mesti diisi, belum lagi beberapa berkas yang mesti dilengkapi. Tersisa satu berkas yang belum selesai, tanda tangan Asisten Direktur Bidang Akademik aku butuhkan. Katanya nanti pukul 13.00 beliau ada di kampus. Terpaksa menanti. Ruang tunggu sambil menonton berita adalah pilihan yang tepat. Aku khusyuk menikmatinya.

"Maaf mas, boleh duduk disini" aku mendengar seorang perempuan dari samping kiriku. Aku mempersilahkannya tanpa menoleh. Analisis politik tahun 2018 menarik perhatianku. Ketika pariwara bermunculan, barulah aku menoleh. Mataku seketika nanar, pacu jantung semakin kencang, alir darah kian berdesir. Aku jatuh....

"Mas boleh nanya?" saat linglung menderaku sepertinya aku kembali dihujam pukulan yang bertubi-tubi.

"Iiiiiya... boleh" hanya itu balasku

"Dimana tempat mengambil formulir pendaftaran mas?"

"Di gedung sebelah, Gedung A lantai bawah"

"Bisa saya dibantu mas?"

"Bbboboleh..." Aku berdiri dari  jatuhku, gugupku belum mau sirna. Aku berjalan di depannya. Aku sedikit kikuk berjalan dengan seorang wanita. Berdua lagi dan mata itu seperti itu ingin membunuhku.

"Tak usah grogi mas, aku tahu mas kok. Acara tahun baru minggu lalu aku melihat mas duduk di kursi paling belakang. Kita di kompleks yang sama kan?" ucapnya sambi melayangkan senyuman. Aku hanya mengangguk. Larikan senyumnya, seperti kata Rahmat dalam 'Hanya Segenggam Setia' "Senyuman yang kau ukirkan, seakan mengundang sengsara." Jarak dari ruang tunggu yang berada di gedung B hanya kurang lebih 10 meter ditambah pintu masuk ke ruangan pendaftaran sekitar 5 meter. Jeruk tempuh yang berkisaran 15 meter terasa ratusan meter.

"Maaf ya mbak, saya harus menemui Prof. Jas. Mau minta tanda tangannya."Aku berlalu darinya.

"Kalau selesai mengambil formulir, tunggu saya di ruang tunggu tadi mbak. Kita barengan pulang. Kita kan sekompleks" Gugupku sudah mulai reda dan mencoba mengakrabkan diri. Siapa tahu beruntung, he....

*****

(Sila dinanti edisi berikutnya)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun