Mohon tunggu...
Resa Amelia Utami
Resa Amelia Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak SastRantau | Tidak menyukai ikan dan kucing padahal satu diantaranya menyukai yang lain | IG : @ru.amelia

Ajak aku membaca, menterjemahkan kehidupan ke dalam satu bahasa; setatap yang membinar dua pusaka. Sebelum kau hapus, silahkan jejaki Storial : @aru99

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ritme Sunyi

10 Mei 2021   22:44 Diperbarui: 10 Mei 2021   22:45 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pinterest.com/weheartit.com

Belum juga Sabda mengucapkan sepatah kata pun, Lingga berlari kecil menuju kamarnya,
Mulut Sabda terkatup, sejurus kemudian melenguh pasrah. Terbayang raut Syaima saat mengingatkannya untuk tidak mudah meninggikan suara dalam keadaan hati yang se-sesak apapun, tersebab teka-teki hidup yang cenderung seperti sudoku di mata Syaima.

"Jadikan proses masalah tampak seperti dunia yang kamu suka, seperti kesukaanku memecahkan semua angka dalam sudoku dengan benar, menyelesaikannya dengan tepat adalah kebahagian. Pun, proses pemecahannya juga menjadi bahagia-bahagia kecil yang takkan permah membuat dahimu mengernyit sebab sulit."

Bahkan senyum yang digariskan Syaima selepas berujar demikian masih membekas di benak Sabda. Enam tahun lalu, saat pertama kali saling menyatukan perbedaan yang kentara diantara keduanya menjadi satu.
Sabda pun mengendap-ngendap menuju kamar Lingga, untuk melihat keadaannya. Lingga terlelap dalam selimut. Sabda pun mengecup keningnya, berbisik lirih.
"Maafkan ayah, Nak"
Sabda kembali ke meja kerjanya, dideraikan lagi syair yang tengah ia tulis. Kali ini, air matanya iku meluruh. Kian cepat ketikannya, kian deras pula deraian air matanya. Sedih dan sesal berkecamuk dalam hati. Gemetar tubuhnya, memudar rona matanya, tatap kosongnya sudah cukup menjadi bukti kecintaanya pada Syaima. Pun ia menyesal sebab tak mampu menahan tangis saat air mata anaknya begitu ia dan Syaima jaga agar tidak meluruh.

"Kenapa kamu tidak ingin Lingga tahu soal ini?"

"Kemarin dia baru saja menangis bukan? Aku tidak mau terus menerus menghujani hatinya. Aku khawatir, jika takkan ada lagi senyum yang mengulas rautnya. "

"Tapi Syaima..."

Perempuan itu tetap bersikukuh melarang Sabda memberitahukan keberadaanya di rumah sakit. Sesaat setelah mobil menabrak Syaima tepat di depan gedung pagelaran orkestra. Dan Sabda di dalamnya, menunggu sembari melagukan simfoni malam.

"Syaima.. Syaima..!"

Sabda mengigau nama istrinya. Jam menunjukkan pukul tiga dini hari. Kemarin ia ketahuan Lingga tidak memakai BTE saat bermain biola. Bukan tanpa alasan, bagaimana bisa sesuatu yang ia cintai secara tidak langsung menjadi penyebab hilangnya orang yang dicintainnya. Kini, gesekan biola yang biasanya menghibur hati menjadi nada-nada yang melukai tanpa henti.

"Biarkan aku melepasnya, Nak. "

Rajuk Sabda pada dirinya sendiri
"Biarkan ayahmu ini melihat senyummu tanpa genangan air di pelupuk mata. Meski dalam sunyi, gemuruh cinta ritmis menyusun melodi yang mengakar di hati."

the end

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun