Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diary vs Media Sosial

17 Desember 2020   15:05 Diperbarui: 17 Desember 2020   15:09 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman dulu sekali pasti semua orang pasti kenal dengan buku harian atau diary. Semua orang terutama anak gadis pasti memilikinya dan menulisnya perhari. Bahkan setiap haripun dijadikan rutinitas dalam menulis semua peristiwa dengan rentetan tanggalnya. Ketika sedang bahagia, sedih, jatuh cinta dan tentang persahabatan seakan menjadi sajian mendasar dalam buku harian. Dalam membacanya ataupun menulisnya juga berbagai reaksi wajah ditampilkan. Jika senang atau bahagia pasti tersenyum sambil mengiringi gerakan goresan tangan dan jika bersedih tak jarang air mata mengucur dari pipi sampai kepada kertas buku harian.

Di dalam acara televisi juga banyak sekali ditayangan adegan-adegan menulis buku diary terutama dalam adegan romansa. Maka tak jarang pemeran utamanya juga menulis diary sembari menatap sang pujaan hati. Menulis dikamar, di kelas maupun di tempat lain. Didalam tas sudah pasti terdapat buku harian mengapa? supaya bisa mengupdate dan tidak lupa dengan kejadian-kejadian diatas. Berbagai sampul dan binder lucu nan unik tersebut tersaji cerita-cerita, harapan dan kisah nyata bagi penulisnya seakan buku kecil tersebut menjadi teman.

Namun memang waktu terus berjalan dan berubah seiring dengan teknologi. Sekarang semuanya melupakan apa yang bernama diary itu. Hingga lahirlah berbagai macam platform yang dikenal dengan media sosial seperti twitter, facebook, instagram, path serta lainnya. Hanya butuh satu handphone saja yang berukuran fleksibel serta tak memerlukan spidol, pulpen atau buku diary semua orang bisa menankap momen berupa tulisan, foto, video atau bahkan kegiatan real langsung saat itu.

Tentu saja sebagian besar beralih kepada diary digital nan kekinian bernama media sosial. Menawarkan berbagai kemudahan serta inovasi baru bagi penggunannya membuat serasa dimanjakan. Tidak perlu menyiapkan pulpen serta mencari tempat menulis seperti meja, postingan, foto, status dan konten siap disajikan. Mudah bukan? jelas sangat mudah.

Akan tetapi dari terdapat perbedaan mendasar terhadap diary dan media sosial. Bukan soal teknologi dan macam-macam kontennya namun lebih kepada pengaruh psikologi individu tersebut. Secara teknologi jelas berbeda karena buku itu tradisional dan media sosial itu modern sedangkan secara media atau postingan hampir sama seperti visual, tulisan atau curhatan walaupun media sosial ditunjang dengan yang lebih canggih. 

Kenapa psikologis manusia? karena dulu disaat remaja atau semua orang menulis buku harian itu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan buku harian itu keseluruhannya bersifat rahasia. Penulisnya tidak ingin semua orang tahu atau hanya orang-orang tertentu saja yang tahu tentunya dengan persetujuan si pemilik. Biasanya para remaja dulu kadang bertukar membaca buku harian walaupun tidak bersifat keseluruhan. Bahkan dulu ada penjual yang menawarkan buku harian lengkap beserta dengan gembok kecilnya.

Tetapi lain halnya di media sosial, mengapa? karena media sosial itu lebih bersifat publik dan semua orang bisa melihatnya. Misalkan seseorang menuangkan apa yang sedang terjadi dengan Mereka lalu mengklik tombol posting dan semua mata bisa membacanya. Begitupun dengan foto, video serta suara pun menjadi konsumsi publik. Orang-orang pun bisa merespon postingan yang dibuat dan hilanglah sifat rahasia seperti buku harian. 

Lalu mengapa tidak malu untuk mengungkapkan apapun di media sosial? mungkin karena lebih asyik! ya memang sih tetapi itu pun jika kontennya sedang berbagi kebahagiaan namun bagaimana jika kesedihan? berbagi kesedihan? tidak, semua ini hanya karena ingin diperhatikan. Mengapa? karena media sosial membuat orang semakin narsis, unjuk diri, menjadi sumber perhatian dan berburu pride. Fitur tag, likes, comment serta lainnya lebih membuat setiap pribadi ingin lebih diperhatikan tak peduli dengan apa yang Mereka posting.

Faktor keterbukaan serta ajang narsis merupakan hal yang familiar dengan media sosial sekalipun Mereka sedang menceritakan hal aib. Bahkan semakin memalukan atau semakin menceritakan bisa menuai respon dan simpati yang membuat penulisnya semakin mencapai kepuasan. selamat tinggal buku harian, saatnya bijak di media sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun