Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengesalkan namun Mengesankan

16 Desember 2020   09:52 Diperbarui: 16 Desember 2020   09:59 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkadang disaat letih memanggil untuk istirahat namun Ia juga memanggil untuk seperti biasa merindu. Meski badan ini lebih condong kepada istirahat dan mata ini lebih memilih tertutup tetapi ada saja inginnya. Semua inginnya kadang membuat diri ini berpikir aneh layaknya penurut yang selalu menundukkan kepala saja. Berfikir pun dilupakan oleh dirinya yang seakan ingin ditemani terus menerus.

Tidak peduli jam atau siang hari namun masih merasa wajar dan normal. Layaknya tumbuhan yang ingin disirami terus menerus dengan air kehidupan secara teratur, begitupun hati dan harinya. Memang dikala letih menjalani rutinitas yang setengah suka ini, jiwa ini kadang melupakannya. Padahal mungkin letih ini akan terhapus dengan bersamanya. Bukannya tidak ingin mendekatkan diri ini kepadanya, tapi jujur saja kadang bosan pun menghantui sedikit-sedikit. Maaf, setidaknya diri ini tidak munafik bukan? dan setidaknya diri ini juga berusaha melawan bosan.

Semua hal yang tidak dipikirkan pun kadang menjadi inginnya. Kadang Ia tidak ingin banyak menuntut diri ini untuk menjadi ini dan itu serta harus begini dan begitu. Namun seiring berjalannya waktu itu menjadi sebuah keinginannya bahkan kebutuhan. Diri ini mau tak mau harus menjadi apapun yang Ia inginkan meskipun Ia berlindung di dalam kalimat untuk kebaikan. Semuanya kadang berakhir dengan kepatuhan akan dirinya.

Ia juga selalu membuat diri ini teruji sebab kadang Ia pun berubah-ubah. Semuanya juga bisa menjadi aneh diluar kepala ini. Kadang diri ini juga hanya bisa menerka-nerka dan mencoba untuk tahu lebih dulu sebelum dirinya. Saat mengarungi semua ini, jujur saja memang melelahkan dan hampir menyerah walau diri ini bukanlah pecundang hanya karena satu orang. Tapi tetap saja akhirnya baik-baik saja karena memang keyakinan ini menolongku dalam jurang keputusasaan.

Melupakan sesuatu tentangnya juga berakibat fatal. Seakan-akan Ia menggambarkan bahwa Aku melupakannya yang nyatanya sangat tidak benar. Memang diri ini selalu saja tak bisa lepas dari lupa. Memang diri ini juga terkadang dibuat lupa oleh kesibukan-kesibukan lain walau kutahu yang spesial hanya satu. Aku menyebutnya sering memang dan Aku menyebutnya wajar memang jika Ia diselimuti rasa kesal. Hanya satu yang Aku khawatirkan, yaitu ketika Ia sudah melihat dunia luar dan insan-insan lain yang menciptakan rasa iri.

Terkadang atau bahkan sering Aku tidak memiliki yang namanya sifat perhatian. Kenapa? padahal cuma satu orang saja! kenapa tidak bisa memberi perhatian kepadanya? untuk menjawabnya, rasanya hanya bisa menyalahkan diri sendiri saja. Meski terhalang banyak hal-hal apapun namun yang namanya perhatian dan keistimewaan harus tetap ditunjukkan dimana itu berarti perjuangan akan terlihat. Itulah kata-katanya di paragraf ini yang sangat beralasan.

Entah mengapa diri ini seakan kaku dan bebal. Mendengar marahnya, rengekannya, manjanya dan nasihatnya juga tidak terasa apa-apa hingga suatu saat diri ini bisa merasakan semuanya. Seakan dihantam pengingat dan kalimat-kalimat yang pernah kubaca dan kulihat darinya. Seperti mundur kebelakang untuk menyadari apa-apa yang pernah terlintas. Inikah yang dulu Ia bicarakan? Ini juga yang dulu Ia sering sampaikan?  Semuanya terlihat jelas dan menyadari semuanya dengan sangat gamblang namun hanya satu yang tidak bisa dimengerti, itu sudah terlambat! Ya semuanya terlambat.

Merenung dan menenggelamkan diri dalam kesedihan itu wajar namun terasa sia-sia. Yang terjadi sekarang bukan mengingat kekesalannya namun lebih kepada kesan dari dirinya. Membuat seseorang sia-sia itu mudah namun menghargainya terasa sulit. Mencintai itupun mudah tapi merelakannya itu sangat sulit. Dulu terasa mudah saat Kita menyatu namun sekarang sangatlah suram. Kita masih bisa saling melihat, Kita juga bisa saling bicara dan Kita pun masih bisa saling bertemu walau sudah berbeda warnanya dan tidak bisa saling mengikat.

Semuanya karena Kau begitu mengesankan. Aku hanya ingin berkata tak apa-apa jika Kau mengesalkan ribuan tahun pun namun sekarang Aku paham tentang semuanya. Kesan baik juga akhirnya muncul setelah melewati pintu perpisahan bukan? karena yang berkesan pasti sudah berada di lain pintu dan seseorang telah menunggunya. Seseorang yang menunggunya itu pasti bukanlah diri ini, yang kagum atas dirimu yang mengesankan itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun