Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berbohong demi Kebaikan?

15 Desember 2020   11:54 Diperbarui: 15 Desember 2020   12:21 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bohong itu tidaklah baik, negatif, banyak dampaknya dan memunculkan candu. Satu orang bisa berbohong kepada banyak orang dalam banyak waktu sembari diulang-ulang. Bohong pun punya banyak tujuan antara lain untuk balas dendam, hobi, bercanda, kesenangan sesaat,memberikan pengaruh hingga yang paling "baru"  adalah untuk kebaikan.

Untuk alasan dan tujuan negatif mungkin tak asing namun bagaimana dengan "bohong demi/untuk kebaikan"? Kebohongan itu negatif dan kebaikan itu positif, lalu apakah secara logika bisa menyatu? pastinya otak secara otomatis merujuk kepada situasi dan keadaan bukan? entah mengapa ini sebenarnya bukan hal yang baru. Bohong demi kebaikan itu memang lebih kepada menyenangkan orang dan bersifat tidak ingin menyakiti orang lain. Jika dari kalimat itu begitu adanya memang benar dan sah-sah saja. 

Jadi, bohong disini bukan dilihat dari satu kata saja tetapi harus dilihat juga dari kata kebaikannya itu. Sesuatu yang bernama kebaikan itu pasti komposisinya baik. Hanya saja memang penyatuan kata-kata "berbohong demi kebaikan" itu memang setengah jahat setengah baik bukan? Sebenarnya bukan disebut bohong melainkan cuma permainan kata dan strategi psikologi saja yang dikeluarkan oleh orang yang baik. Orang yang tidak suka menyakiti hati orang lain cenderung melakukan hal ini dengan menambahkan lengkungan senyuman.

Seperti cerita seorang istri yang sedang berusaha membuat masakan enak nan lezat kepada suami tercintanya disuatu pagi namun ketika satu suap makanan tersebut disajikan dan masuk kepada mulut sang suami, makanan tersebut tidak seperti kenyataan yang diharapkan. 

Sang suami menahan rasa yang asing dimulutnya ditambah si istri yang bertanya langsung kepada si suami "gimana? enak gak?" tentunya rasa bingung menyelimuti namun dengan tidak ingin menyakiti hati istrinya dan memberikan apresiasi maka si suami menjawab "enak kok!" dengan lugasnya. 

Dari contoh cerita pendek tersebut apakah ada yang salah? tidak ada yang salah selagi bertujuan baik dan menjaga perasaan serta menghargai kreasi orang tersayang hanya saja ada yang kurang. Apa itu? ada kalanya ketika sudah melakukan hal tersebut maka Kita perlu menambahkan saran. Kenapa? agar lebih konstruktif dan supaya orang lain tidak terjebak kepada "kebohongan" itu.

Saran itu bagaikan makanan penutup atau desserts yang menjadi pelengkap atau pemanis. Dari cerita diatas ada baiknya si suami menyarankan supaya masakan tersebut agak ditambah garamnya atau jangan terlalu lama dipanggang dan sebagainya. Kritik dan saran itu saling berkaitan dan tidak boleh terpisah namun dalam hal berbohong demi kebaikan ada baiknya lebih utamakan saran supaya persembahan dari orang lain tidak ditanggapi dengan sensitif.

Berbohong demi kebaikan juga harus diperhatikan penggunaannya. Jika seseorang berbohong demi kebaikan dengan alasan manipulatif dan untuk menutupi keburukan si "pelaku" maka ini akan menimbulkan efek tak baik bagi kedepannya. Misalnya seorang suami yang berselingkuh dan hampir terpergok atau ketahuan dengan istrinya lalu si suami melakukan kebohongan dengan berkata bahwa perempuan yang saat itu sering menelponnya  adalah sales yang menawarkan barang. Si suami beralasan kepada dirinya bahwa ia terpaksa berbohong supaya tidak ada pertengkaran dan yang pasti agar Ia bisa "terselamatkan" dari kelicikan dan kejahatannya. Cerita ini jelas berbeda dengan cerita diatas yang murni memang tidak ada hal-hal licik yang disembunyikan.

Berbohong demi kebaikan pun kadang sering sekali disalahgunakan demi "menyelamatkan diri" dan cenderung adiktif. Padahal nyatanya nama "berbohong demi kebaikan" bisa bergeser judul kepada "berbohong demi kejahatan" seperti cerita yang kedua. Tentu kedua pelaku berbeda sikapnya dan wataknya dan tentu efeknya juga sangat berbeda sekali. Untuk cerita yang pertama jelas menyenangkan hati, menghargai serta bersifat konstruktif dengan dibumbui saran sedangkan cerita yang kedua lebih kepada seorang yang licik dan manipulatif

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun