Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perkenalan yang Berujung Perpisahan

1 Desember 2020   13:44 Diperbarui: 1 Desember 2020   13:46 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa judulnya terlihat pesimis? Karena memang sebagian besar mengalaminya. Jadi, bukan lagi pesimis melainkan sebagian besar fakta. Apakah perkenalan itu salah? Jelas tidak karena setiap orang diciptakan untuk saling mengenal. Kesalahan itu jika seseorang berkenalan dengan orang yang salah dalam waktu yang lama. Kenapa? Jelas karena itu akan membuatnya sia-sia.

Bagaimana dengan perpisahan? apakah salah? perpisahan tidaklah salah jika setiap orang dipisahkan oleh orang-orang yang tidak dikehendaki dan tidak ditakdirkan. Tetapi mengapa ada kesedihan dalam perpisahan? Ya karena perkenalan itu sendiri. Setiap ada pekenalan, pertemuan mungkin ada perpisahan. Benar memang kata orang-orang yang berkata "ada perkenalan ada perpisahan" dan banyak yang sudah membuktikannya.

Setidaknya memang perpisahan ada hikmahnya. Namun apakah perkenalan memang untuk perpisahan? atau apakah tujuan perkenalan memang mengerucut kepada perpisahan? Jawaban normalnya tidak. Siapa manusia yang menginginkan perpisahan ketika dirinya sudah melalui perkenalan dan pertemuan dengan orang yang cocok? jelas tidak ada.

Seringkali janji-janji dan harapan untuk selalu bersama itu membuai telinga. Padahal masa depan pun Kita memang belum tahu dan seringkali Kita terlalu yakin dan menaruh harapan penuh bahwa Ia tak mungkin meninggalkan Kita atau berpisah.

Sejatinya itu memang wajar-wajar saja mengingat dalam hubungan pasti ada janji dan ikatan batin. Tetapi masalahnya apakah Kita semua siap untuk bertemu dengan perpisahan? Dari banyak tipe manusia rasanya akan memberikan reaksi yang sama terutama jika sudah terlalu cinta. Entah dia pendiam, aktif, optimis, pesimis, cuek dan penyayang pun pasti sama menghadapinya.

Dalam hidup, setidaknya Kita mengalami banyak perpisahan. Entah itu dengan teman, rekan kerja, saudara, pasangan atau yang lainnya. Tetapi mana yang paling berat mungkin jatuh kepada pasangan. Kenapa? karena waktu, kesan, momen serta hal terkecil pun pernah Kita bagi. Bertukar rasa dan bersama mungkin sedikit memberikan efek bius yang bisa melupakan Kita kepada perpisahan.

Hingga saat Kita tersadar, rasa sakit itu masih menjalar karena semua tentangnya sudah berada diotak, hati dan jiwa. Mustahil mengeluarkannya dalam sekejap bukan? Banyak sekali yang melanjutkan kisah perkenalan maupun trauma dengan perpisahan.

Ketika kata "selalu" menjadi "pernah" dan Ia tidak lagi bertatap muka denganmu. Kamu selalu melihat wajahnya di galeri ponselmu namun kehadirannya secara langsung sudah tidak ada, disitulah Kamu terbagi menjadi dua. Kamu yang akan menjadikannya pelajaran ataukah Kamu yang akan terus menangisi dahulu.

Perpisahan memang wajar ditangisi namun bagaimana jika tangisan itu membuat Kamu menjadi tak bergerak? Perpisahan bukanlah hal yang diinginkan tetapi ada kalanya Kita harus melihat peristiwa dan efek pasca perpisahan tersebut.

Seandainya rasa sakit bisa mengerti setiap manusia, apakah Ia akan tetap tega untuk menjalari korban dari perpisahan? Semua yang mengalami perpisahan adalah korban.Aku, Kamu dan Kita semua mungkin adalah bukti dari pengalaman jahatnya perpisahan.

Jangan salahkan perpisahan, setidaknya perpisahan terjadi karena orang-orang didalamnya. Tanyakan kepada diri Kita apakah perpisahan datang hanya untuk melengkapi perkenalan? siapa yang tahu. Terima kasih wahai perpisahan. Pelajaran dan hikmah sudah didapat walau Dia tidak didapat. Mungkin perpisahan akan mendorong Kita kepada perkenalan lagi yang tidak dilengkapi oleh perpisahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun