Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tidak Berkerumun itu Mustahil (Sepertinya)

23 November 2020   14:07 Diperbarui: 23 November 2020   14:12 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ramai sekali dalam pemberitaan tentang kerumunan sana-sini. Tidak hanya beberapa kubu namun secara objektif menyeluruh dari berbagai elemen dan lapisan masyarakat. Tokoh-tokoh penting pun seakan bertanggung jawab dan kena konsekuensinya. Kampanye, perkumpulan, acara keagamaan, pelanggaran pribadi dan tempat hiburan seakan menghiasi daftar pelanggaran. Di Jakarta saja banyak sekali pelanggaran yang terkumpul dan berujung denda ringan sampai denda tinggi sekalipun.

Namun, denda hanyalah denda yang sepertinya Mereka atau siapapun yang berkerumun tidak takut. Sebagai contoh, mengapa ketika razia kendaraan pala pelanggar  seakan ketakutan dan putar balik namun jika masalah razia pandemi ini seakan "terobos saja" seperti biasa dan tak ada ketakutan akan "hilangnya" uang karena denda? tentu ini yang menjadi perbedaan mendasar bahwa berkerumun sangat berbeda dengan pelanggaran-pelanggaran lain. Cobalah bertanya kepada diri sendiri apakah berkerumun itu? batasnya berapa? jika awalnya sedikit orang sesuai dengan aturan namun tiba-tiba bertambah sendiri bagaimana? tujuan berkerumun itu apa? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang wajib diketahui oleh semua orang tidak hanya penegak hukum dan pelanggar saja.

Beli makan? berkerumun. Jalan-jalan? berkerumun. Kerumah saudara? berkerumun. Pergi karena keperluan? berkerumun bukan? semua serba kerumunan. Alasan klasik ya mungkin karena mengusir kebosanan, karena manusia mahluk sosial dan kepentingan-kepentingan lainnya yang bisa mendesak. Sebenarnya, jika dari tujuannya masing-masing itu tidak semua kerumunan buruk. Namun tetap saja bahaya mengintai karena virus (covid 19) atau corona tidak bisa memilih siapa yang berkerumun karena kepentingan baik dan siapa yang berkerumun dengan tujuan yang tak penting. Semuanya bisa berpotensi diinfeksi dan riskan sekali.

Andai saja virus itu dapat terlihat maka kerumunan mungkin bisa dicegah dan cenderung bisa menciptakan kerumunan yang "hati-hati"bukan? Kesadaran itu memang sulit. Karena nafsu untuk melampiaskan hasrat demi tujuan berkerumun masing-masing seakan menomorduakan virus (covid 19) atau corona. Orang juga cenderung melihat habbit dan mengikuti para pelanggar yang "rela" didenda seakan-akan biasa saja. Publik figur pun dari kalangan manapun juga belum ada yang menerapkan secara maksimal tentang "pelanggaran" dan hanya mengutamakan protokol kesehatan saja bagi orang kalangan awam yang ditelan mentah-mentah oleh Mereka.

Setiap manusia juga pasti pernah berkumpul bersama teman-teman atau bahkan sering sebelum pandemi ini namun bisakah Mereka meredakan keinginan berkumpul dengan berfikir bahwa "tunda dulu berkumpul karena sudah pernah kok" atau "gausah jalan-jalan jauh dulu kan udah pernah kok" seperti itu. Ditambah lagi dengan kalimat sakti yang berbunyi "asalkan menerapkan protokol kesehatan" yang menggoda untuk berkumpul serta berkerumun yang memicu seakan-akan rasa aman ada pada kalimat tersebut.

Mindset berfikir seakan semua restoran, mall, tempat hiburan, pusat perbelanjaan mengajak orang-orang untuk datang asal dengan protokol kesehatan. Namun apakah ada pembatasan kuantitas? ada tetapi banyak juga yang tidak ada batasnya. Begitu pula dengan angkutan umum yang membuat Kita sedikit berfikir bahwa menghindari kerumunan itu omong kosong. Bahkan, ketika Kita membuat acara hajatan pun jika ada pembatasan orang apakah bisa menjadi jaminan bahwa lingkungan sekitarnya tidak ramai? siapa yang berani mengusir orang diwilayah tersebut ketika pulang kerumah adalah hak orang masing-masing? agak mustahil bukan? Ya.

Protokol kesehatan, kerumunan dan denda adalah lingkaran setan. Edukasi pun sepertinya tidak mempan karena tidak ada contoh yang maksimal. Contoh dalam artian penerapan nyata yang lebih "ekstrim" seperti pencabutan dan pembekuan hak-hak dan bukan sekedar denda saja. Namun sepertinya memang tak mungkin karena akan menimbulkan sentimen karena akan dikhawatirkan masuk ke ranah konflik.

Berkerumun memang sulit dicegah, didepan rumah pun bisa jadi sudah ada kerumunan dan sepertinya tidak hanya diperlukan sekedar kesadaran namun juga kewarasan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun