Mohon tunggu...
artaria nuraini
artaria nuraini Mohon Tunggu... -

calon dokter, caoln istri, calon ibu. penulis amatiran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Prasangka

31 Oktober 2017   23:07 Diperbarui: 1 November 2017   00:02 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

               Dada bapak naik turun kejar-kejaran. Bapak kehilangan cukup banyak darah katanya, bapak anemia katanya, bapak kini terbaring lemah dengan masker oksigen. Tidak ada yang tahu kondisi bapak. Bapak memang hanya tinggal sendiri, tidak mau merepotkan anak-anaknya untuk menemani setelah kematian ibu. Tidak heran juga kenapa ia tidak mau karena seketika muka-muka anaknya pada berkerut.

"Repot juga kalau mau urus Bapak. Anak-anak masih kecil," ujar kakak iparku. Kakak laki-lakiku hanya diam membeo ucapan istrinya.

                Aku hanya mendesah, tidak mungkin kubawa bapak tinggal bersamaku di luar kota, aku hanya pegawai magang yang tinggal di kos-kosan kecil. Sehingga  bapak akhirnya tinggal seorang diri di rumah. Maka pagi itu bapak diketahui muntah dan berak darah. Bapak kemudian terkapar lemas di kursi ruang tamu, putus asa menanti anak-anaknya yang tak kunjung datang setelah ditelepon. Kakakku dan istrinya hanya saling pandang ketika ditanya dokter, tidak tahu bagaimana kondisi bapak dan juga sejak kapan perut bapak mulai membesar seperti sekarang. Aku langsung memacu motorku dari kota yang berjarak 2 jam, mengutuk diri sendiri karena tidak pernah menaruh pehatian pada bapak.

                Seorang perempuan tiba-tiba masuk kamar, membangunkanku dari lamunan. Mukanya terlihat kucel, berbeda dari seorang lagi yang datang sebelumnya. Ia langsung memasang manset tensimeter di lengan bapak, lalu sambil menguap menyebutkan hasil pemeriksaannya. Di sudut tempat tidur itu aku merengut. Seenaknya saja ia masuk kamar bapak dan memasang alat-alat itu. Tanpa ba bi bu meraih jari bapak dan menjepitnya dengan alat kecil.

"Eh, bapak saya mau kamu apakan?" gertakku. Wajah sembab itu menoleh padaku.

"Saya harus cek kondisi bapak, bapak sempat sesak kan tadi?" katanya datar.

"Kenapa tidak permisi dulu?" Ia tak menjawab pertanyaanku, "Bapak saya kenapa?"

"Kami observasi dulu ya Mas"

"Dari tadi jawabannya observasi terus..."

"Saya kerja dulu ya Mas!" potongnya kasar. Aku tertegun. Diam, melotot sebesar mungkin padanya.

                Perempuan itu mengulum bibirnya. Tidak bisa mengeluarkan kata-kata di ujung lidahnya, memilih untuk menelannya bulat-bulat. Suaranya berubah sengau ketika ia kemudian minta maaf dan minta izin untuk melanjutkan pekerjaannya. Dari nama di baju jaganya itu, ketahuan si Lulu adalah dokter muda. Setelah menyelesaikan tugasnya, Lulu menyeret kakinya menuju pintu. Tak menjelaskan apapun, meninggalkanku dengan beribu tanya tentang kondisi bapak dan perasaan dongkol pada sosok menyebalkan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun