Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

"Wow, Mati Juga Akhirnya"

27 Maret 2015   23:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14274854901094928835

Pra kelanjutan artikel duka ini, penulis mohon agar Admin Kompasiana tidak menghilangkan Tanda Kutip di judul tulisan ini. Penulis amatlah cemas bila disalahterimakan dan disalahpahamkan, seterusnya akan sangat menyayat keluarga besar almarhum bila saja kalimat ini sampai juga pada mereka. Adalah ribuan komentar duka mendalam atas berpulangnya Olga Saputra, penulis temukan sebuah komentar yang barangkali bisa disebut sebagai komentar papah empati (perasaan dan kognitif) atas wafatnya komedian, Olga Saputra. Tersebutlah pengguna sosial media dengan nama akun Gusty Guppy Partai dengan sengaja menerakan komentarnya seperti judul yang tertengger di atas. Dan 'kecelakaan' komentar itu dapat ditemui di sini.

[caption id="attachment_405908" align="aligncenter" width="300" caption="sumber gambar: kapanlagi.com"][/caption]

Penulis berpikir panjang dan alot, saat merencanakan memublikasi artikel ini, bagaimanapun juga judul ini, secara tidak langsung juga telah menyebarkan di Kompasiana khususnya, dan area dunia maya pada umumnya. Satu harapan besarku agar komentar segelap ini, dan berwajah candaan ini, tidak diestafetkan. Itulah motifku hingga penulis memutuskan untuk layangkan artikel "Catatan Harian" ini.

***

Dunia media sosial memanglah sebuah 'peradaban baru', di mana setiap orang memiliki ruang luas untuk mencelotehkan, berpendapat, bergagasan atau menyarankan, ataukah lagi sekadar melepaskan kata-kata ringan. Inilah jaman koneksi global, risiko dan manfaatnya pun mengglobal dan meraksasa. Ucapan-ucapan kita seolah tak mampu diproteksi dan dikatup oleh jagad maya. Inilah 'Alam maya' demikian polos dan leluasanya membukakan jendela-jendela komunikasi yang demikian gesit terhubung antar satu bangsa dengan bangsa lain. Dan begitu mudahnya ditembusi-pandangi ucapan dari orang ke orang. Kabar apa sajalah, begitu gampang menjalar dan membelukar dan selincah dan sereaktif  itu juga untuk direspon massal.

Boleh jadi dunia maya secara implisit 'mengajari' kita untuk tetap di koridor kehati-hatian dalam melontarkan ucapan-ucapan, kata-kata, kalimat-kalimat bahkan sticker. Dunia maya amatlah 'baiknya' kepada kita bila benar-benar memanfaatkan dengan segala rupa kepositifannya, atau bisa malah terjadi sebaliknya, justru kitalah yang 'dimanfaatkan'. Dunia maya kerap 'menghancur lebur bagai debu' akibat perangai dan pola-pola perilaku kita yang tiba-tiba saja terpeleset, tergelincir dan menjadi cemoohan oleh orang lain, di jagad tanpa batas lagi ini. Yang pada akhirnya, profil perilaku kita beringsut ke zona yang kurang familiar, minim apresiatif dan meretakkan silaturahmi.

***

Kembali ke komentar Gusty Guppy Partai. Boleh jadi pelaku komentar tersebut di luar 'halaman' kemanusiaan ini berlabel hanyalah berada pada 'lapangan' kekhilafan belaka, atau mungkin ada semacam ketidaksimpatikan terhadap perangai dan ucapan almarhum selama hidupnya. Pada beberapa status media sosial lainnya, penulis pun suai status duka yang dihiasi ringan oleh kalimat-kalimat yang memerbaharui ucapan-ucapan yang pernah dilontarkan oleh almarhum. Barangkali, idealnya, menuliskan status duka untuk manusia yang telah tiada, cukup ber-entitas sebenar-benar duka, barangkali lagi tiada perlu mengungkit-ungkit perilaku yang tak berkenan di hati, di telinga dan di pikiran. Sebab, setegas-tegasnya ajaran agama manapun, tiada elok-eloknya menggubris 'nilai rapor' seseorang yang telah almarhum/almarhumah yang bisa saja terkesan negatif.

Itulah salah satu hikmah hingga kita 'ditausiahkan' pada setiap kematian, agar kekuatan-kekuatan negatif seumpama keangkuhan dan seturunannya bisa dikikis dan tetap menjadi manusia yang berakal, tak menyia-nyiakan fasilitas-falisitas yang diberikan oleh Allah kepada kita tentunya. Termaktublah fasilitas kejernihan nurani dan kedekatan akan kematian sewaktu-waktu. Benarlah kata Imam Al Gazali, bahwa yang paling dekat dengan diri kita adalah kematian.

Kematian adalah hak setiap makhluk bernama manusia. Lalu, berbelasungkawa juga hak orang hidup (yang ditinggalkannya) sebagai model budaya yang saling memanusiakan. Anggapan penulis bahwa mengaksarakan tuturan ikhlas dan memberikan ucapan duka, sungguhlah kita seolah turut menghantar jazad dan rohaniah yang meninggalkan dunia menuju Penciptanya. Itu yang penulis pahami!

Dunia memang habitatnya orang-orang khilaf, termasuk penulis dari Kota Anging Mammiri ini, maka selalu ada penawar kehilafan itu, yakni setia dan disiplin dalam ingat-mengingatkan, dan tata ingat-mengingatkan itu, tentulah dengan teknik soft, tiada motif untuk mengebiri harga diri dan martabat sang pelaku khilaf. Dan, kepergian Olga Saputra untuk selamanya adalah juga nasehat kepada kita yang masih dikarunia usia di 'negeri' fana ini. Tepat sekali bila dikatakan bahwa sebaik-baik nasehat adalah kematian. Selamat jalan Olga Saputra, Al-Fatiha-ku telah kukirimkan untukmu, sejak kutahu bahwa engkau telah tiada.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun