Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama featured

Begini Suka dan Dukanya Menjadi Sopir Taksi Online

31 Oktober 2016   12:25 Diperbarui: 9 Januari 2018   15:53 22774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari sejenak dinginkan hati akan kian gerahnya cuaca politik Jakarta. Dan saya menulis lagi. Ya, judulku ini sekenanya. Dan sayalah sopir taksi online di Kota Makassar. Sebuah bisnis aplikasi yang menghubungkan antara sopir dan penumpang. Istilah halusnya mempertemukan antara driver dengan customer di sebuah mobil pribadi. Saya tetap memilih istilah apa adanya bahwa saya memang seorang sopir taksi dan customer-ku tetap kusebut penumpang atau pelanggan, mirip istilah penerbangan. 

Enam bulan telah kulakoni hidup sebagai sopir taksi berbasis aplikasi ini, banyak kutunai suka dan duka, kecap dan ketir, juga antara risiko hidup dan mati di jalanan plus rawannya begal dan modus pencurian mobil pribadi di Kota Marwah Daud ini. Begitu lebar dan panjang yang hendak kutuliskan di sini, namun artikel panjang di Kompasiana akan meminta waktu lebih lama juga bagi pembaca untuk menkonsumisnya. Harapku hanyalah agar pembaca memperoleh informasi primer tentang sepak-terjang dan liku-liku laki-laki selaku sopir taxi online.

Penulis dari Timur Indonesia ini, sekaligus menjumpai aneka perilaku yang variatif di kalangan penumpang, mulai dari gaya tutur sopan hingga teriakan di ruang mobil. Penulis memastikan bahwa pekerjaanku sebagai sopir taxi online sangat lekat aroma antropologi-sosio-psikologik-komunikasi-teknologi. Bauran kelima pilar ini, kusatukan begitu saja hingga penulis menemukan BUDAYA BARU dalam adat-adat dan istiadat-istiadat dalam transportasi daratan.

Kisah Malam Lebaran yang Mengerikanku

Sengaja kutaru sub judul ini di bagian pertama, berharap ada hikmah dan pelajaran serta pengalaman hidup bagi penulis berdarah Mandar Sulawesi Barat ini. Adalah calon penumpang yang telah tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Ia telah meng-order sebanyak 11 (sebelas kali) namun tak seorangpun sopir menekan tombol "AMBIL". Istilah ini amatlah populer di jajaran sopir taksi online (GO-CAR), karena bisnis start up semacam GRAB CAR dan UBER belum 'mendarat' di kotaku yang kumuliakan ini. 

Selanjutnya, calon penumpang yang penulis maksud tadi, sayalah yang menerimanya. Jarak tempuh 48 Km, area pegunungan, destinasi bandara ke pelosok Kabupaten Maros, Kecamatan Tanralili, tepatnya. Maka jadilah ia penumpangku dan ia langsung ketus saat membuka pintu mobil karena tak seorangpun sopir taksi yang mau mengantarnya di malam lebaran (Idul Adha) yang lalu itu.

Sopir taksi (online dan konvensional) enggan memenuhi permintaan sang calon penumpang yang harus berlebaran di kampungnya itu bersama anak istrinya. Pukul 23.05 WITA tertera di jam tanganku. Mobil pribadiku melaju menuju Kota Maros, lalu perlahan berbelok, dan kian menjauhi Kota Maros, hingga akhirnya penulis dan penumpang telah berada di lereng-lereng gunung dan perkampungan dengan listrik seadanya. Udara pegunungan mulai menyapa kulit, ubun dan tulang. Yang kupikir hanyalah bagaimana setelah kuantar penumpang ini, bagaimana pulangku dengan medan yang tak populer ini, bagiku!

Benar saja, penulis dan penumpang telah tiba, di rumah kediaman sang penumpang tadi. Kian dingin terasa, di kaki-kaki gunung. Berikutnya, penulis tak hendak memamerkan sisi kemanusiaanku yang dianugerahkan Tuhan kepadaku tetapi setelah menatap langsung kondisi rumah penumpangku, kumelihatnya secara fisikal bahwa ia tergolong 'orang susah'. Dan dini hari itu, kujumpai kehangatan dan keramahan keluarga alamiah, tutur pedesaan dan suguhan kampung-isme. Ia, istri penumpangku dengan mata haru berucap terima kasih karena kutelah mengantarkan suaminya, di malam spesial bagi kaum muslimin. Malam Lebaran!

Ibu muda itu membuatkanku secangkir kopi hitam dan juga dua-tiga sisir pisang di pelana teras, beralaskan apa adanya dan kondisi papan duduk yang mulai rapuh. Deskripsi fisikal ini dengan gambaran aura psikologis tuan rumah, membuat segalanya berubah. Saat pulang, penumpangku menyuguhi uang sebagai jasa taksi. Dengan tak kasar, aku menolaknya. Mantan sopir Go-Jek inipun men-starter mesin ber CC 1.300 buatan Nippon itu. Nampak-nampaknya, penumpang tadi tiada sudi membiarkanku tersesat pulang. Ia mengantarku yang menurutnya saya telah aman.

Kompasianer of The Year 2015 ini, benar-benar 'aman'. Hutan sunyi-senyap, hanya dedaunan yang mengartikulasi bunyi seadanya, gesekan-gesekan dedaunan itu, entah bambu ataukah pohon besar, menemaniku di dini hari itu. Kecepatanku di bawah rata-rata, kuharus pertimbangkan jikalau ada makhluk atau apalah namanya di depanku. Ahay,... se-ekor babi keluar dari sarangnya diikuti oleh kawan-kawannya. Kaki kananku mendadak injak pegal tengah (non matic) dan sepertinya kumesti negosiasi dengan hewan yang diharam-makankan di agamaku ini. Tanyaku, apa maunya sahabat se-makhlukku ini yang sama-sama dicipta oleh Allah SWT. Beberapa menit, kuberdiam diri sembari 'menyimak' gerakan-gerakan tubuh sang hewan berkaki pendek itu. Naluri psikologiku, pun bergerak. Instink-ku mulai bekerja, disertai dengan sahutan ringan bulu kudukku dan bulu lainnya. Ha ha ha.

Hewan-hewan ini nampaknya akan menyerang mobilku, sepertinya mereka tak suka akan kehadiran 'hewan aneh' serupa mobil yang kukendarai seorang diri ini, fakta di malam mengerikan itu, hanya satu unit mobil yang melintas di belantara belukar dan sekauman rimba, ia aku dan mobilku. Lalu, saya teringat pesan ayahku: "Bila bertemu hewan seperti itu, janganlah anakku sampai sesumbar". Lagi-lagi kupilih berdiam diri dan memadamkan mesin dan head-lamp, sisa lampu senja menjadi ajang komunikasi di malam was-was itu nan ngeri-ngeri sedap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun