selamat malam, duhai Corona. kutulis surat ini ketika malam baru saja berkemas dan siap pergi menuju dini hari. sementara embun yang genit diamdiam menggigit, membuat tanganku bergetar tidak karuan, kerna selain  setiap kali menekan keypad harus berulang karena salah ketik ditambah pula gelora kecemasan dalam dada kian membuncah tak tertahankan.
sungguh. aku sungguhsungguh tak kuasa lagi untuk menahan hasrat semenjak kehadiranmu di panggung pertunjukan dan langsung menjadi primadona yang paling menyita perhatian dan menyisihkan seluruh sripanggung yang sebelumnya  mampu menyihir seisi gedung pertunjukan. tapi semenjak kehadiranmu semuanya seakan tak punya greget lagi dan langsung kehilangan fans yang sebelumnya begitu mengeluelukannya.
kau memang primadona baru dalam pertunjukan sekarang ini. Â selain karena memang memiliki daya tarik tersendiri yang bisa menghipnotis setiap hati, ternyata di balik gemulai lenggokmu tersimpan ketrengginasan dewi srikandi. maka jangan salahkan diriku ini bila akupun ahirnya harus bertekuk lutut dengan darah yang mengucur deras dari ulu hati setelah dirembus anak panah yang kau arahkan dengan tepat pada sasarannya.
dalam hal ini kuakui kalau jantungku terpanah olehmu karena memang keterpesonaanku juga sehingga membuatku lengah dan terlena. maka jangan salahkan aku bila akhirnya akupun jatuh cinta kepadamu, dan secara spontan kutulis surat ini dengan berdarahdarah penuh gairah yang membuncah.