Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dijodohkan dengan Janda Tua

19 Maret 2020   21:13 Diperbarui: 19 Maret 2020   21:15 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Pojoksatu.id)

Jang Agus bukannya tidak pernah bermimpi untuk memiliki seorang isteri yang masih perawan tingting, dan berparas cantik untuk dipersuntingnya. Akan tetapi apalah daya. Sebagaimana peribahasa yang berbunyi : Hasrat hati memeluk gunung, apalah daya tangan tak sampai, sepertinya demikian juga dengan yang dirasa seorang pemuda desa yang satu ini. 

Bisa jadi yang jadi sebab-musababnya selain faktor ekonomi keluarganya yang termasuk kategori berada di bawah garis kemiskinan, juga rasa rendah diri sebagai orang yang memiliki keterbatasan fisik, atawa difabel merupakan beban penghalangnya selama ini.

Terlebih lagi banyak orang di sekitarnya begitu gemar membully, atawa paling tidak suka memandang rendah terhadap dirinya. Bahkan teman dekatnya saja yang ia percaya memiliki kesetiakawanan yang mumpuni, saat sedang duduk-duduk di tepi jalan desa di suatu sore yang cerah, walaupun tidak secara langsung merendahkannya, tapi ternyata bibir dan gestur tubuhnya tampak jelas mencibir terhadap pujian yang terlontar secara spontan dari mulut Jang Agus ketika di depan mereka berdua lewat seorang gadis kembang desa. 

"Duh, cantiknya! Betapa bahagianya seorang pria yang mampu mempersunting kembang desa kita ini," ujarnya sambil tatapannya tak lepas dari langkah gadis itu hingga lenyap di mulut gang.

"Kamu naksir juga, Gus?" tanya kawannya seraya menatap tajam mata Jang Agus.

Tatapan dan bibir kawannya itu, langsung membuat Jang Agus tak bernafsu lagi untuk membuka mulutnya. Ia menunduk  dalam gundah-gulana yang menyergap seketika. 

Namun terlepas dari rasa rendah dirinya yang menjadi-jadi, ternyata diam-diam Jang Agus memiliki kelebihan yang sebenarnya boleh dibanggakannya juga. Selain memang rajin dan tekun bekerja, Jang Agus pun begitu piawainya memainkan alat musik kecapi. 

Hanya saja karena alat musik yang satu ini berupa alat musik tradisional, dan cenderung lebih banyak digunakan untuk mengiringi kawih (lagu) daerah saja, sehingga peminat, atawa penggemarnya pun sedikit sekali. 

Sebagaimana yang terjadi dewasa ini,  jangankan masyarakat di perkotaan, di pelosok desa pun kebanyakan orang lebih menyukai musik modern, mulai dari dangdut sampai musik heavy metal mancanegara - sekalipun liriknya sama sekali tidak mereka tahu apa artinya.

 Sementara musik tradisional, bisa jadi hanya digemari oleh para seniman, atawa mereka yang masih bersungguh-sungguh ingin melestarikan seni dan budaya warisan nenek moyangnya saja.

Sebagaimana yang dialami Jang Agus sendiri. Sepertinya hanya ada seorang saja yang selalu memuji kepiawaian dirinya. Bahkan setiap pujian yang dilontarkan penikmat petikan kecapinya itu dirasakan Jang Agus merupakan pujian yang tulus, tanpa ada pamrih sama sekali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun