Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gara-gara Seng Bekas, Jabatan Terhormat pun Lepas Amblas

18 November 2019   10:56 Diperbarui: 18 November 2019   11:09 1776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi maling diarak massa (Sumber mirror.unpad.ac.id)

Maka sebutan SKP yang semula dipanggil "Pak Guru", berganti dengan "Pak Kades", atawa di daerah itu lebih akrab disebut "Pak Kuwu". Demikian juga dengan pemasukan pundi-pundi harta pun jadi berlipat-ganda. Setelah sebelumnya hanya menikmati uang pensiun golongan IVA, maka setelah jadi Pak Kuwu ditambah dari hasil padi sawah bengkok seluas delapan hektar yang menjadi haknya. Tanda tangannya pun cukup ampuh juga untuk mendatangkan lembaran rupiah.

Dengan begitu, harta dan takhta sudah berada dalam genggaman SKP. Dan tampaknya SKP yang saat itu usianya sudah kepala enam plus lima, merasa masih ada yang kurang. Bisa jadi karena sudah bosan dengan yang itu-itu saja, yakni istrinya yang sama-sama sudah tua, dan dianggapnya sudah tidak menarik lagi. Maka dengan modal harta dan takhta, SKP pun diam-diam melangkah untuk berpetualang mencari daun muda.

Mata SKP sepertinya masih sulit berpindah dari bekas anak didiknya sewaktu di SD dulu. Di antara semua murid perempuan di SD tempat ia mengajar, anak itu adalah bintangnya di mata SKP. Hanya saja saat dirinya menjadi kepala desa, anak didiknya itu sudah berkeluarga. 

Akan tetapi ternyata hal itu tidak lagi dianggap sebagai batu sandungan. Obsesi untuk 'mencicipi' mantan anak didiknya lebih kuat dari segalanya. Melihat perempuan itu, ambruk sudah akal sehat maupun moralnya.

Entah mengapa juga, walaupun usia SKP dengan perempuan idamannya itu terpaut jauh, ditambah sudah bersuami pula, namun gayung ternyata bersambut.

Maka hubungan gelap antar dua insan pun berlangsung secara diam-diam tapi mesra, tentu saja. Apa boleh buat barangkali nafsu keduanya sudah mengandaskan akal sehat.

Hanya saja sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, tokh akhirnya terendus juga. Warga pun heboh. Dan di antaranya ada warga yang berniat untuk menangkap basah perkimpolan yang tak senonoh itu. Betul. Yang perempuan punya suami,  begitu juga Pak Kades di rumahnya memiliki istri. Warga pun menyebutnya sebagai Kades yang sudah bejat moral.

Tapi niat warga yang ingin menangkap basah kelakuan tak senonoh pemimpinnya itu ternyata tidak kesampaian. Kiranya Pak Kades sudah menangkap gelagat tidak menguntungkannya itu. Buktinya Pak Kades tak lagi kelihatan menyatroni selingkuhannya itu. Padahal warga hampir saban malam mengintipnya.

Selang beberapa bulan kemudian, di salah satu kampung di wilayah kekuasaan Pak Kades SKP, sedang ada kegiatan merenovasi masjid. Sebagaimana biasanya, maka bahan-bahan bekas bangunan yang diganti oleh bahan yang masih baru akan ditumpuk di sekitar. Termasuk seng bekas atapnya juga.

Entah menganggap karena sudah menjadi rongsokan, entah karena merasa memang memiliki kekuasaan, SKP sebagai Kades tanpa pemberitahuan kepada panitia renovasi, mengam bil beberapa lembar seng bekas untuk kepentingan pribadi.

Konyolnya lembaran seng bekas itu diambilnya malam hari. Malahan dibawa menuju rumahnya dengan mengambil jalan pintas. Tidak melalui jalan besar yang biasa masih ramai. Melainkan lewat gang di pinggiran perkampungan. Bisa jadi supaya tidak diketahui orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun