Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karena Campur Tangan Orang Pintar

6 September 2018   10:11 Diperbarui: 6 September 2018   10:55 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Wikipedia)

Saat hendak ke masjid kemarin petang, di gang dekat madrasah saya berpapasan dengan dua ibu-ibu yang sedang  berbicara tentang kematian seseorang. Mendengar berita duka, saya pun segera ikut nimbrung. Menanyakan siapa yang meninggal sesore itu.

Salah seorang ibu yang sepertinya paling mengetahui berita tersebut, menyebutkan sebuah nama yang kurang saya kenal. Namun ketika saya menanyakan keluarga siapa, tatkala ibu itu menyebut nama seseorang saya pun menjadi kebingungan.

Pasalnya ingatan saya tertuju pada nama Haji Nur yang tinggal di kampung sebelah. Seingat saya Haji Nur tidak mempunyai anak yang bernama Salim. Oleh karena itu saya pun membantah keterangan ibu-ibu tersebut.

"Memang benar bukan Haji Nur yang tinggal di kampung sebelah. Tapi anak Hajjah Nur anak angkatnya almarhum Abah Sa'id," jelasnya.

 "Oh, istrinya Haji Mur yang pengusaha kaleng obat nyamuk itu," sahut saya dengan sedikit rasa malu.

Hajjah Nur memang tidak menetap di kampung kami. Mereka sekeluarga tinggal di Jakarta. Hanya di waktu-waktu tertentu saja mereka pulang kampung. Misalnya saja bila menjelang hari raya Iedul Fitri dan Iedul Adha. Sehingga meskipun saya mengenal mereka, tetapi karena jarang bertemu maka ingatan terhadap keluarga itu pun tidak sekuat dengan orang-orang yang hampir saban hari  berinteraksi.

Kalau tidak salah, anaknya yang bernama Salim itu satu kelas dengan si sulung, anak saya, sewaktu di SD. Sejak kecil Salim diurus oleh Abah Sa'id di kampung, dan tidak tinggal di Jakarta bersama kedua orang tuanya. Baru ketika akan masuk SMP Salim sekolah di Jakarta.  Beberapa tahun kemudian, saat Salim menginjak dewasa, terdengar kabar akan mempersunting gadis dari kampung kami.

Hanya saja konon pernikahan Salim tidak mendapat restu dari kedua orang tuanya. Sebab gadis yang hendak dinikahinya itu selama ini adalah seorang pembantu rumah tangga pada orang tuanya sendiri.

Sebagai orang terpandang di kampung, bisa jadi Haji Mur dan Hajjah Nur merasa tidak pantas bermantukan seorang pembantu. Apa kata dunia, begitu kira-kira pikir mereka. Terlepas dari gadis pembantunya itu memiliki wajah lumayan sekalipun, tetap saja akan menurunkan martabat keluarga.

Tetapi pada ahirnya pernikahan Salim dengan gadis pujaannya itu bisa berlangsung juga. Setelah melalui proses yang lumayan lama juga tentunya. Bahkan konon kabarnya, Haji Mur dengan istrinya mau merestui pernikahan Salim, karena melihat kebandelan cintanya pada gadis pembantu itu  yang tidak bisa digantikan oleh gadis mana pun juga. Dan dalam kebandelannya itu pula Salim jatuh sakit sampai harus mendapat perawatan di rumah sakit.

 Selama di rumah sakit, Salim menolak untuk ditunggui oleh keluarganya. Dia hanya mau dijaga oleh gadis pujaannya itu saja. Bisa jadi selama hampir satu bulan di rumah sakit, Haji Mur melihat ketelatenan gadis pembantunya dalam mengurus Salim membuat semakin luluh hati mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun