Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Karena Kami Warga Biasa-biasa Saja

14 Maret 2014   03:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan diantar seorang tetangga, malam itu juga, sekitar pukul sepuluh malam, saya melaporkan kejadian yang menimpa keluarga kami ke kantor Polsek di kota kecamatan.

Saya diterima oleh bintara yang tengah piket. Kalau tidak salah ada empat orang anggota polisi yang jaga. Lalu saya sampaikan kronologi kejadiannya.

Ya. Kejadian itu saya alami di minggu pertama bulan Ramadhan lalu. Jelang shalat Isya kami sekeluarga: saya, ibunya anak-anak, dan seorang anak gadis kecil kami pergi ke masjid untuk shalat Tarawih. Sebelum berangkat, saya periksa semua pintu dan jendela terkunci rapi. Demikian juga lampu yang dianggap tidak perlu kami padamkan. Karena di rumah tak seorangpun yang tinggal.

Sebagaimana biasanya, usai melaksanakan shalat Tarawih yang memakan waktu sekitar satu jam, kami langsung pulang. Selain menghabiskan sisa makanan saat berbuka puasa, kadangkala saya sendiri langsung menuju ke meja kerja. Karena tak jarang saat sedang shalat Tarawih menemukan bahan untuk dijadikan tulisan.

Akan tetapi malam itu, tepatnya di hari ke-6 bulan Ramadhan, di tas meja tulis saya tidak melihat notebook, dan yang masih tampak hanya PC lengkap berikut monitornya. Mungkin masih tersimpan di tas, pikir saya. Tapi perasaan sebelum buka puasa saya sudah menggunakannya. Membaca beberapa file, sambil menunggu bunyi waktu buka tiba. Dengan penuh rasa penasaran, saya meraba tas yang tergeletak di rak buku.

Hah! Kosong. Tidak ada notebook di dalamnya. Saya langsung berjongkok, barangkali anak gadis kecil kami iseng dan menyembunyikannya di bawah meja, atau di kolong tempat tidur. Tapi ternyata tidak saya temukan. Kecemasan pun langsung muncul seketika. Dengan setengah berteriak, juga untuk menengahi suara musik di layar televisi, langsung saya beritahukan kepada ibunya anak-anak kalau notebook tidak ada di tempatnya.

Istri saya pun tampak terkaget-kaget. Dan dengan tak kalah cemasnya, diapun ikut mencarinya.

“Hape dan modemnya juga tidak ada, Pak!” teriaknya . Betul juga. Dua barang yang juga biasa saya taruh di atas meja tulis, ternyata tidak ada di sana memang. Dan yang kami lihat tinggal kamera saja, tergeletak begitu saja dekat monitor PC.

“Coba periksa jendela !” katanya.

Jendela kamar kerja saya masih terkunci rapat nyatanya. Tapi saat memeriksa jendela kamar tidur, di sebelah, dengan cara mendorongnya – seperti memeriksa jendela kamar kerja, ternyata slotnya sudah terlepas. Dan dengan mudahnya terbuka begitu saja. Tak salah lagi, pasti ada maling yang masuk (Jendela kamar tidur di rumah kami tidak dipasang tralis memang).

Sesaat kami bertiga bengong dibuatnya. Seingat saya baru kali pertama ini rumah kami dimasuki maling, dan sukses menjarah tiga jenis barang yang biasa saya gunakan saban hari untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.

Setelah merasa tenang, kami mencoba berdiskusi. Menerka siapa orangnya yang sudah kurang ajar memasuki rumah saat ditinggal penghuninya. Dan kesimpulannya, bagaimanapun kejadian ini harus dilaporkan kepada polisi.

Begitu.

Setelah laporan saya dianggap selesai, lalu bintara yang sejak tadi mengetiknya meminta saya untuk menadatangani laporan tersebut. Begitu juga tetangga yang menemani saya diminta membubuhkan tandatangannya sebagai saksi, tentu saja. Kemudian dua orang bintara bersama kami menuju rumah saya. Untuk melakukan olah TKP.

“Laporan Bapak kami terima, dan terima kasih satas kerjasamanya... “ ujar bintara itu.

“Bagaimana tindaklanjut laporan saya ini, Pak ? Apakah dapat segera dilakukan upaya penyelidikan ? Syukur-syukur malingnya bisa segera ditangkap, dan barang saya dapat kembali lagi...” kata saya.

“Wah, kalau masalah itu kami tidak dapat memberi kepastian. Untuk melakukan penyelidikan lebih dalam, sudah tentu memerlukan waktu dan... “ bintara itu tidak melanjutkan kalimatnya.

Dan hingga postingan ini saya tulis, laporan saya di kepolisian itu bisa jadi hanya  sebagai tumpukan arsip belaka, dan sama sekali tidak ditindaklanjuti.

Apakah hal itu karena keluarga kami hanyalah orang biasa-biasa saja, bukan pejabat, atau public figure yang ‘kentut’-nya saja suka ditulis media, sehingga aparat polri pun bisa numpang ‘beken’ karenanya, atau karena memang di mata mereka jelas terlihat kalau kami orang tak berduit. Sehingga sulit untuk membantu operasionalnya ?

Entahlah. Saya sama sekali tidak tahu jawabannya. Saya memang warga negara Indonesia, tapi saya hanyalah warga biasa-biasa saja. ***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun