Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Coba Kalau saja Semua Parpol Punya Stasiun Televisi

2 Maret 2014   00:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Sudah saatnya parpol lain, peserta pemilu mendatang meniru partai Golkar, Nasdem, dan Hanura. Dalam kampanye partai, dan capres juga cawapresnya, tentu saja. Sebagaimana Golkar dan Nasdem, keduanya memiliki pucuk pimpinan yang latar belakangnya konglomerat pemilik usaha di bidang penyiaran televisi. Paling tidak seperti Wiranto dari Hanura yang menggandeng Boss MNC Group, Hary Tanoe. Dengan demikian bisa menekan biaya kampanye, terlepas dari melanggar peraturan yang ditentukan sekalipun,” kata Si Akang seraya menyeruput kopinya.

“Lha memangnya mengapa, Kang ?”

“Kalau semua parpol memiliki ketua umum yang juga boss stasiun televisi, sudah pasti tidak akan terdengar keluhan seperti yang pernah diungkapkan SBY, atau pun seperti parpol lain yang ‘mengobok-obok’ KPI (Komisi Penyiaran Indonesia),  terkait iklan narsis pimpinan ketiga parpol tersebut di televisi masing-masing. Dengan galaknya mereka meminta KPI supaya menindak tegas stasiun televisi yang menayangkan kampanye sebelum waktunya itu,” sahut Si Akang enteng.

“Tapi andaikan saja semua parpol memiliki stasiun televisi, hal itu sudah pasti tidak akan pernah terjadi. Aku yakin, seyakin-yakinnya  - sebaimana umumnya politisi di Indonesia ini.  Kalau salah satu dari mereka melakukan korupsi misalnya, sementara yang lainnya tidak kebagian, sudah pasti akan berteriak-teriak seperti anjing kejepit ekornya. Ngomong ke sana ke mari, dan minta aparat hukum untuk menindaknya. Tapi kalau semuanya kebagian, mereka akan tutup mulut rapat-rapat.

Begitu juga halnya dengan kasus yang satu ini. Masalah iklan narsis pimpinan ketiga parpol di stasiun televisinya, maka partai lain tak hentinya menudingkan telunjuk, dan minta KPI segera menindaknya. Coba kalau semua parpol punya stasiun televisi... “

Sesaat Si Akang terdiam. Juga semua orang di warung kopi itu. Mata kami tertuju kepada pemilik warung yang sedang mengutak-atik channel stasiun televisi, kemungkinan untuk mencari stasiun tv yang sedang meyiarkan pertandingan liga Indonesia.

“Sudah tahu siaran liganya ‘kan diacak, Mang. Barangkali Hary Tanoe tidak butuh dukungan warga kampung kita... Tuh, kuisnya pun hanya ditujukan buat mahasiswa dan dosen saja. Kita yang hanya petani dan pengangguran terselubung, mana dikasih kesempatan sama dia ?” kata Jang Oni, anak muda yang sehari-hari kerjanya nongkrong di pos kamling.

“Jadi Hanura itu bukan lagi hati nurani rakyat, melainkan hati nurani raja...  Hanya orang kaya saja!” katanya lagi.

Semua orang tertawa mendengarnya...

“Permasalahan pelanggaran melakukan kampanye sebelum waktunya oleh beberapa parpol dan kandidat presidennya,   merupakan salah satu bukti juga kalau pers dan media di Indonesia sudah tidak netral lagi. Dan tidak pantas lagi disebut sebagai pilar demokrasi,” kata Si Akang seakan berusaha menghentikan orang yang sedang ngakak tertawa.

“Memang begitu kenyataannya... “ sahut seseorang yang baru datang.

“Jadi media mana yang harus kita percayai pemberitaannya ?” tanya Jang Oni. ***

*Serial Obrolan di Warung Kopi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun