Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada yang Beda antara Gibran dengan Iparnya di Pilwalkot Medan

30 Juli 2020   20:02 Diperbarui: 30 Juli 2020   22:27 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bobby Nasution dan Gibran Rakabuming Raka (wartakota.tribunnews.com)

Bisa jadi Solo di Jawa Tengah dengan Medan di Sumatera Utara memang berbeda keadaannya. Dalam konstelasi politik jelang Pilkada serentak, tentunya.

Malahan kalau berbicara tentang Medan, penulis sendiri selalu saja terngiang-ngiang dengan ungkapan: "Ini Medan, bung!". 

Ya, sebuah kalimat gertakan yang keluar dari mulut preman kota Medan misalnya, terhadap pendatang yang berperilaku sok jagoan, atau yang bersikap tidak berkenan di hati mereka.

Ungkapan itupun kemudian tidak hanya berlaku di kalangan preman saja. Melainkan juga sudah menjadi ciri khas orang Medan ketika menunjukkan sikapnya yang konsisten dalam suatu masalah.

Sebagaimana halnya dengan yang terjadi dengan Wakil Ketua DPC PDI-Perjuangan Kota Medan, Ade Darmawan yang merupakan loyalis Akhyar Nasution, yakni kandidat Walikota Medan yang diusung dewan pimpinan cabang PDI-Perjuangan Kota Medan, dan yang saat ini merupakan Plt. Wali Kota Medan.

Dikabarkan, Ade Darmawan telah mundur dari keanggotaannya di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Medan, Sumatera Utara. Ia juga melepas keanggotaannya di Baitul Muslimin Indonesia, organisasi sayap milik PDI Perjuangan.

Hal tersebut dilakukan Ade Darmawan setelah semakin menguat gelagat PDI Perjuangan mendukung menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution, dalam Pilkada Medan 2020.

Ade mengatakan sebagai kader PDI-P dirinya merasa kecewa atas keputusan partai memilih Bobby alih-alih Akhyar yang merupakan kader partai banteng. Namun, ia mengaku tak mengajak rekan-rekannya untuk ikut mundur dari partai.

Dalam hal ini, kita melihat ketegasan sikap seorang warga Medan yang bernama Ade Darmawan yang berbicara secara blak-blakan, terus terang, tanpa menggunakan bahasa diplomatis, atau bahasa bunga yang penuh kiasan, dan sulit difahami oleh orang awam.

Wakil ketua DPC PDI-P kota Medan itu konsisten dengan komitmennya. Walaupun harus bertentangan dengan keputusan DPP PDI-P yang menjadi 'rumah' tempatnya bernaung selama ini.

Dalam hal ini Ade Darmawan lebih mengutamakan harga dirinya, maupun hak asasi manusia-nya. Dan hal itu sah-sah saja dilakukan oleh dirinya. Bahkan dilindungi oleh undang-undang yang berlaku.

Akan tetapi, perlawanan Ade tidak menutup kemungkinan berdampak juga terhadap Bobby Nasution, maupun PDI-P, walaupun mungkin dampaknya hanyalah sebuah riak gelombang kecil di dalam konstelasi politik jelang Pilkada serentak itu.

Sementara di Solo sendiri, meskipun pada awalnya saat Gibran mendeklarasikan diri, ada penolakan dari DPC PDI-P kota Solo, lantaran mereka telah mengusung Ahmad Purnomo yang saat ini menjabat wakil wali kota Solo, namun pada akhirnya setelah DPP PDI-P mengeluarkan surat rekomendasi untuk Gibran sebagai calon Walikota Solo yang diusung PDI-P, maka DPC PDI-P kota Solo pun 'lumer' juga hatinya.

Melalui Ketua DPC PDI-P kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, pihaknya mendukung sepenuhnya keputusan DPP PDI-P, dan malahan siap untuk mendukung sepenuhnya pasangan Gibran-Teguh.

Demikian juga halnya dengan Ahmad Purnomo sendiri, meskipun pernah mengeluarkan statement ihwal pertemuannya dengan Presiden Jokowi di Istana Negara yang dianggap kontroversial, tapi sama sekali tidak terdengar bersikap seperti Ade Darmawan, yang mengundurkan diri dari keanggotaan partai berlogo kepala banteng dengan moncong putih tersebut.

Hanya saja terlepas dari itu, dengan majunya Gibran dan Bobby dalam Pilkada serentak Desember mendatang, kemungkinan besar masih tetap akan menyisakan beban bagi putra sulung, dan menantu Presiden Jokowi itu.

Betapa tidak, walaupun secara prosedural keduanya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun beban moral tetap saja akan menjadi pertaruhan besar bagi keduanya.

Betapa tidak, walaupun misalnya keduanya akan meraih kemenangan, atau juga sebaliknya, harus bernasib sial karena menelan kekalahan, maka bayang-bayang nama besar Jokowi sebagai ayah dan mertua, yang akan menjadi taruhannya.

Suka maupun tidak, ada kemungkinan menangnya Gibran maupun Bobby dianggap karena statusnya sebagai anak dan menantu Presiden. 

Hal tersebut bisa dipastikan akan muncul dari pesaingnya dan parpol yang menjadi rival keduanya. Terutama dari mereka yang selama ini selalu bertentangan dengan Presiden Jokowi, tentu saja.

Oleh karena itu pula alangkah baiknya jika Gibran dan Bobby sejak saat ini harus bisa melepaskan diri dari bayang-bayang nama besar Jokowi. 

Paling tidak keduanya harus bersungguh-sungguh untuk menunjukkan sikap sebagai sosok yang mandiri. ***

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun