Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP yang Berjaya, PDIP yang Terperdaya

24 Juni 2020   17:19 Diperbarui: 24 Juni 2020   21:08 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pancasila (Kompas.com/Toto Sihono)

Tampaknya peribahasa lama yang berbunyi "Siapa menabur angin, akan menuai badai", masih berlaku dalam polemik tentang rancangan undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sedang menghangat sekarang ini.

Betapa tidak, gonjang-ganjing yang dipicu oleh upaya mengutak-atik dasar negara Pancasila, barangkali sebelumnya tak pernah terlintas di dalam isi kepalanya akan mengundang kehebohan seperti yang sekarang ini terjadi.

Bahkan dengan rasa percaya diri yang tinggi, mereka yang tengah mengutak-atik Pancasila itu - tentu saja, langsung tancap gas seketika. Hingga sampai terlupakan untuk memikirkan akibat yang akan terjadi  di kemudian hari.

Dalam hal RUU HIP ini, hampir semua telunjuk publik mengarah kepada partai politik yang berlogo kepala banteng dengan moncong putih tersebut memang. Ya, partai politik yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itulah yang dianggap telah bertindak atas nama kekuasaan yang saat ini berada di dalam genggamannya.

Sebagaimana diketahui salah seorang Founding Fathers negara ini, yakni Presiden Republik Indonesia yang pertama, Soekarno, ayahanda Ketua Umum PDI-P, merupakan ikon yang tidak bisa lepas dari perjalanan PDIP dalam kiprah politiknya.

Sehingga ketika gagasan untuk melahirkan RUU HIP itupun begitu didominasi oleh pemikiran-pemikiran Sang Proklamator yang terkait dengan dasar negara tersebut.

Bahkan pidato Bung Karno yang ketika itu disampaikan pada 1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), atau saat itu dikenal juga dalam bahasa Jepang  Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, Bung Karno menjelaskan soal Pancasila yang berisi kebangsaan, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Apabila lima sila diperas lagi menjadi tiga, maka isinya adalah trisila: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan.

"Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?" kata Sukarno sang penggali Pancasila itu.

Bila Trisila diperas lagi menjadi satu, maka akan bernama ekasila/eka sila, isinya yakni gotong royong."

Pidato Bung Karno tentang Pancasila di atas itu pula yang memicu kehebohan sekarang ini, ditambah lagi dengan munculnya tudingan tentang TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 yang dianggap tidak dijadikan rujukan (konsideran) RUU HIP tersebut.

Mendapatkan kritikan yang bertubi-tubi datangnya, PDIP yang dianggap sebagai penggagas, sontak berkilah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun