Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerusuhan di Amerika Serikat Mirip dengan Kejadian di Tasikmalaya 24 Tahun Silam

3 Juni 2020   09:59 Diperbarui: 3 Juni 2020   10:10 2208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi http://x-tiongeneration.blogspot.com

Lho, kenapa warga Tionghoa yang jadi sasarannya, bukankah, katanya, yang menjadi sebab-musabab kerusuhan adalah antara polisi dengan santri?

***

 Menjelang senja saya kembali menuju kota Tasikmalaya. Dengan perlengkapan sebagaimana biasanya seorang kuli tinta, tentu saja.

Dari informasi yang diterima dari beberapa narasumber yang terlibat langsung, maupun seluruh institusi pemerintah dan pihak kepolisian sendiri, saat itu, dan kemudian sekarang ini saya tulis ulang kembali,  kronologis peristiwa "Tasikmalaya Membara" di akhir tahun 1996 itu bermula dari ulah seorang remaja bernama Rizal (15) yang saat itu jadi santri 'kalong', yakni santri yang tidak menetap di pesantren, diketahui telah melakukan pencurian barang milik santri di pondok pesantren Condong. 

Oleh pihak keamanan pesantren, yang biasanya berasal dari para santri juga, Rizal diberikan hukuman, dengan cara direndam di bak kolam pesantren tersebut.

Hukuman itu peraturan pesantren bagi kenakalan-kenakalan macam yang dilakukan Rizal. Sebagai pimpinan pesantren, K.H. Makmun mengizinkan hukuman tersebut. Usai direndam, Rizal pulang dan melaporkan ke bapaknya, Kopral Nursamsi, yang bertugas di Polres Kota Tasikmalaya.

Sang bapak geram, langsung mendatangi Pesantren Condong. Kopral Nursamsi menerima penjelasan dari K.H. Makmun dan Ustaz Mahmud Farid. Pertemuan itu oleh pihak pesantren dianggap telah menyelesaikan urusan.

Namun, esoknya, 20 Desember 1996, surat pemanggilan datang dari Polres Kota Tasikmalaya, ditujukan kepada Habib Hamdani Ali dan Ihsan, dua santri yang menghukum Rizal. Surat pemanggilan itu agak janggal sebab bukan ditandatangani oleh Letkol Suherman selaku Kapolres, tapi oleh perwira jaga.

Selaku pimpinan dan pengasuh pesantren, tanpa disertai kedua santri, K.H. Makmun dan Ustaz Mahmud Farid mendatangi Polres Kota Tasikmalaya, sehari kemudian. Karena orang yang dipanggil absen, polisi meminta kedua pengasuh pesantren itu agar santrinya memenuhi panggilan.

Maka, pada Senin, 23 Desember 1996 pukul 08.30, Habib Hamdani Ali dan Ihsan, disertai santri lain bernama Ate Musodiq, tiba ke kantor Polres, ditemani Ustaz Mahmud Farid. Di kantor Polres, mereka bertemu dengan empat petugas jaga termasuk Kopral Nursamsi.

Melihat Habib Hamdani Ali yang telah menghukum anaknya, Kopral Nursamsi langsung menjambak rambut dan memukulinya. Petugas jaga juga ikut menghajar. Mereka adalah Serda Agus M, Serda Agus Y, dan Serda Dedi. Ustaz Farid melindungi santrinya, berusaha menghentikan aksi para polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun