Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kontradiksi di Bulan Suci yang Sudah Jadi Tradisi

2 Mei 2020   23:14 Diperbarui: 2 Mei 2020   23:56 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (pexels/Andrea Piacquadio)

Bulan Ramadhan, selain merupakan bulan suci bagi umat Islam, juga merupakan ajang untuk melatih diri agar mampu menahan diri dari setiap godaan nafsu yang akan menjerumuskan ke dalam jurang penyesalan.

Begitu yang disampaikan Khatib Jumat di hari pertama bulan Ramadhan tahun ini.

Bukan hanya menahan diri untuk tidak makan dan minum sahaja, tapi kita pun harus mampu mengendalikan nafsu amarah, menjaga nafsu berahi - jangankan berzina, dengan istri/suami yang sah saja selama melaksanakan ibadah puasa tidak boleh dilakukan.

Demikian juga dengan godaan untuk bermewah, baik makanan, pakaian, dan pamer harta kekayaan  yang sekedar berharap mendapat decak kagum orang lain, atau juga bersaing agar dianggap sebagai number one, atau paling kaya dari yang lainnya.

Sebaliknya, di bulan puasa ini, setiap orang yang sudah merasa punya kelebihan harta, diharuskan untuk selalu berbagi dengan sesama yang kebetulan hidupnya disebut sebagai golongan kaum dhuafa, alias orang yang tak punya.

Akan tetapi dalam kenyataannya, khotbah yang disampaikan khatib Jumat tersebut hanya berlaku di atas mimbar dan di dalam masid sahaja.

Bagi sebagian besar umat Islam, bulan Ramadhan identik dengan pengeluaran anggaran yang lebih besar dari bulan-bulan yang lainnya.

Untuk kebutuhan berbuka puasa saja tidak cukup dengan empat sehat lima sempurna. Segala jenis penganan khas yang selalu ada di bulan Ramadgan, sepertinya selama dompet masih mengijinkan, harus pula dibelinya.

Bahkan untuk menghadapi hari raya Iedul Fitri yang identik dengan penutup ibadah puasa selama satu bulan, yang bermakna kembalinya kepada fitrah insan yang suci, justru sebaliknya oleh sebagian besar umat Islam dianggap sebagai suatu tradisi  dengan tersedianya beraneka ragam makanan, minuman yang jarang ditemukan di hari- hari biasa, ternasuk juga pakaian baru, dan tentu saja, sebagai suatu pesta-pora yang menuntut tersedianya anggaran lebih, sekalipun harus berutang kiri-kanan untuk memenuhinya.

Sungguh kontradiksi sekali memang. Di satu sisi ditegaskan kalau bulan suci Ramadhan adalah bulan untuk melatih diri agar selalu mampu untuk mengendalikan diri dari setiap godaan nafsu. Sementara di sisi lain malah justru sebaliknya. Banyak orang yang malah mengikuti segala kehendak nafsunya. 

Hadeuh.

Tak terkecuali di tengah situasi serba sulit seperti saat ini, akibat pandemi Covid-19, sebagaimana di kampung penulis sendiri, pasar dan warung masih ramai dengan yang belanja  sebagaimana biasanya di bulan Ramadhan. 

Padahal ketika  RT mengumpulkan data untuk para penerima vantuan sosial akibat pandemi virus corona, hampir semua orang mengharap untuk mendapatkan bagiannya.

Sungguh aneh memang. Tapi begitulah kenyataannya. 

Ajakan para pemuka agama untuk selalu mengendalikan diri dari godaan hawa nafsu, dalam kenyataannya malah dianggap cuma angin lalu. 

Sehingga dalam hati, aku hanya mampu berbisik lirih: "Pantas saja umat Islam sulit untuk maju..."

Sama sekali belum mampu untuk bertawadhu. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun