Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Anak Hasil Perselingkuhan

15 Maret 2020   21:01 Diperbarui: 15 Maret 2020   21:02 2802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (JPNN.com)

Seorang anak lewat di depan sekumpulan emak-emak yang tengah ngerumpi, di sore hari, seusai bekerja di ladang masing-masing sejak pagi hingga siang hari.

Setelah anak itu sudah agak jauh melangkah, salah seorang emak- emak berbisik kepada sesama yang duduk di dekatnya.

"Setiap melihat wajah anak yang tadi lewat, sepertinya tidak ada kemiripan dengan ayah maupun saudaranya yang lain. Malahan kalau dicermati, justru bahkan lebih mirip dengan wajah tetangganya..." 

Tanpa ada ekspresi, emak-emak yang dibisikinya malah menyahut dengan cukup lantang, "Baru tahu, ya? Memang iya mirip, karena anak itu hasil hubungan gelap dengan tetangganya. Bukankah waktu itu pernah heboh. Waktu ibunya hamil oleh anak itu, suaminya sedang merantau di kota. Jadi kuli bangunan sealama hampir empat bulan..." 

Belum juga selesai bicara, emmak-emak yang lain ikut menimpalinya.

"Oh, anak yang tadi lewat? Memang benar anak itu hasil perselingkuhan. Tapi pada ahirnya oleh suaminya tetap saja diakui sebagai anak sendiri. Cuma yang jadi masalah, bagaimana kalau anak itu sudah dewasa, dan sudah ketemu jodohnya? Siapa yang akan jadi wali nikahnya?"

Obrolan seperti itu seringkali terdengar. Malahan pernah di kampung kami ada kejadian yang tragis terkait masalah seperti itu.

Sepasang suami-isteri, memiliki lima anak. Tepatnya empat anak perempuan dan seorang laki-laki. Suaminya seorang anggota TNI, dengan pangkat perwira pertama. Sementara istrinya ibu rumah tangga, sebagaimana biasanya.

Ketika itu, sekitar tahun 1967,  keluarga itu baru dikaruniai seorang anak perempuan yang sudah duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, sang suami bersama kesatuannya mendapat tugas ke luar pulau untuk menumpas suatu pemberontakan. Demi tugas negara, anak dan istrinya pun terpaksa harus ditinggalkan. 

Setelah beberapa bulan di luar pulau, suaminya mendapat cuti pulang, ditemuinya isterinya tengah berbadan dua. Padahal saat ditinggalkan, sama sekali tidak ada tanda-tanda kehamilan.

Hanya saja masalah itu tidaklah begitu dipersoalkan. Terbukti hubungan suami-isteri tersebut tetap berlangsung adem-ayem sebagaimana biasanya. Bahkan sampai bayi yang dikandung isterinya itu dilahirkan, suaminya begitu sayang kepada anak kedua yang dilahirkan isterinya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun