Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cinta yang Datang dari Lidah Turun ke Hati

8 Maret 2017   21:07 Diperbarui: 8 Maret 2017   21:36 2202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Kompasiana.com)

Hari ini, Rabu (8 Maret 2017), saat membuka Google, pada laman mukanya tertera gambar yang memberitahukan kalau hari ini adalah Hari Perempuan Internasional. Sepertinya saya berniat untuk menyampaikan ucapan selamat kepada ibunya anak-anak, alias istri tercinta yang sudah 32 tahun mendampingi dalam suka dan duka.

Hanya saja, istri saya sudah berangkat ke kantornya, dan saya terpaksa harus menunggu sampai sore nanti, bila dia sudah pulang dari tempat kerjanya. Meskipun memang bisa saja saya menyampaikan ucapan selamat Hari Perempuan Internasional, ini lewat pesan pendek (SMS), atawa WhatsApp, namun rasanya tidak akan terasa istimewa, dan paling tidak menjadi sebuah surprise tersendiri bagi kami.

Bagaimana pun sesuatu yang menyangkut dunia perempuan, terutama hari ulang tahunnya, saya selalu berusaha untuk membuatnya merasa bahagia. Meski dengan cara yang sangat sederhana, seperti sekedar memberi ucapan selamat, asal disampaikan dengan tulus – tentu saja, mata istri saya akan tampak berbinar, dibarengi helaan napas panjang yang menyiratkan rasa bahagia di saat menyambutnya.

Memang selama kami berdua mengayuh biduk rumah tangga, selama 32 tahun, itu senantiasa penuh dinamika. Selain ada suka dan duka, juga bahagia dan derita acapkali kami rasakan. Bahkan pertengkaran karena hal sepele pun sering terjadi di antara kami.

Hanya saja perselisihan itu pun tidak pernah berlarut lama. Terlebih lagi bila sudah tiba waktunya makan, meskipun dirinya yang memulai perselisihan itu misalnya, akan tetapi dengan nada suara riang, dan seakan tak ada lagi menyisakan kekesalan di wajahnya, selain memanggil anak-anak, saya pun selalu diingatkan untuk makan bersama.

Ya, masalah makan bersama pula kiranya yang menjadi salah satu perekat langgengnya rumah tangga kami. Meskipun hanya dengan lauk-pauk seadanya, paling tidak hanya ada dua-tiga jenis saja yang terhidang di meja makan, akan tetapi hikmahnya begitu terasa nikmat.

Terlebih lagi karena lauk-pauk yang dihidangkan adalah hasil masakan istri saya sendiri. Misalnya saja bila untuk sarapan pagi, maka selesai menunaikan shalat Subuh, sebagaimana biasanya dia langsung bersibuk-ria di dapur. Mungkin karena selera di antara kami dan dua orang anak yang sampai saat ini masih bersama kami, masing-masing kepala berbeda-beda, maka selain menanak nasi, ia pun terkadang membuat nasi goreng, dan telur dadar, dan tak lupa ditambah  juga dengan sambal goreng yang sedikit pedas, namun malah semakin menambah selera.

Sementara untuk makan siang,  berhubung istri saya masih di kantornya, dan anak-anak masih besekolah, maka istri saya sudah menyiapkannya di waktu pagi juga, karena di rumah hanya tinggal saya saja. jadi porsinya pun cukup untuk satu orang. Dan untuk lauk-pauknya, sebelum memasak, istri saya selalu bertanya ingin dimasakkan apa hari ini. Padahal dia sendiri sebenarnya sudah tahu kalau sayur lodeh, dan tumis ikan peda, ditambah semur jengkol (kalau ada)  merupakan hidangan pavorit saya.

Walaupun begitu sederhana, jenis masakan yang saya suka, dan bukan steak, atau burger yang dicampur salad, akan tetapi, sungguh, nikmatnya luar biasa.

Campuran berbagai bumbu di dalamnya begitu pas di lidah saya. Terlebih lagi karena istri saya tak pernah alpa, dan senantiasa memberi Ajinomoto agar semakin terasa girinyih (Bahasa Sunda yang artinya identik dengan gurih) dalam setiap masakannya.

Bisa jadi  karena itu juga cinta kasih saya terhadapnya tumbuh bersemi hingga saat ini. Bukan karena sebagaimana pepatah Jawa yang berbunyi witing tresna jalaran saka kulina, atau tumbuhnya cinta kasih karena sering bertemu, yang bisa juga identik dengan ‘Dari mata turun ke hati’, tetapi yang terjadi di antara kami lebih tepat kalau disebut dari ‘Dari lidah turun ke hati’.

Betapa tidak. Meskipun seorang wanita karier, istri saya tetap saja merupakan ibu rumah tangga yang bisa memanjakan suaminya dengan masakan yang dibuatnya. Dan dia tahu rasa yang mengena di lidah saya. Selain rasa asin, dan sedikit pedas, tidak pernah lupa rasa gurih pun arus tetap menyertainya.

Sungguh. Bisa jadi sejak diperkenalkan ibu saya, saat saya masih anak-anak, sekian puluh tahun lalu, rasa MSG (Monosodium Glutamat), atau di kampung saya lebih akrab disebut mecin, atawa vetsin, itu yang membuat masakan terasa lebih gurih dari sebelumnya, sudah mampu membuat saya tak pernah absen menggunakannya hingga sekarang.

Mungkin juga saat kami masih berpacaran, dan saat itu istri saya pernah mencuri dengar kalau saya menyukai rasa gurih dari mecin bagi masakan yang saya makan, atau bisa jadi juga dia sendiri sudah biasa di dalam keluarganya menggunakannya sejak lama, karena begitu pertama kali saya makan bersama hasil memasaknya, saya sudah merasakan rasa gurih itu memang.

Memang sepertinya Ajinomoto Si Mangkok Merah, itu tak akan pernah hilang dalam kehidupan kami. Apa pun yang terjadi. Seperti beberapa waktu lalu. Meskipun pernah beredar isu negatif sekalipun, seperti fatwa MUI yang mengatakan  Ajinomoto mengandung lemak babi, tokh pada akhirnya diklarifikasi sendiri oleh Majelis Ulama Indonesia itu.  Dan fatwa itu tidak benar, hanyalah sebuah kesalahpahaman saja.

ajinomoto-58c016cfe4afbd272c8b4567.jpg
ajinomoto-58c016cfe4afbd272c8b4567.jpg
Demikian juga halnya dengan isu yang pernah beredar kalau vetsin, atau MSG akan menggangu kesehatan tubuh penggunanya. Bahkan ketika itu syndrome restauran Cina dianggap adalah kumpulan gejala seperti sakit kepala, mual dan mati rasa yang diyakini muncul setelah seseorang makan Chinese foods atau makanan Cina. Sementara Bahan dalam Chinese foods yang dituding menjadi penyebabnya adalah bumbu yang disebut monosodium glutamat, atau lebih dikenal sebagai MSG. Ahirnya isu itu pun dijawab oleh Badan Administrasi Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Setelah melalui berbagai penelitian, FDA justru mengatakan bahwa penambahan MSG pada makanan adalah GRAS (Generally Recognised As Safe), atau pada umumnya diakui aman untuk digunakan.

Ya, walau muncul fatwa MUI – sebelum diklarifikasi sekalipun, juga adanya isu yang mengganggu kesehatan bagi pengguna MSG, itu tak membuat kami bergeming. Mungkin karena sudah kadung menyukainya, atau juga karena memiliki keyakinan,  bahwa suatu hal yang mustahil kalau pihak produsen Ajinomoto sudah bertindak gegabah. Bagaimanapun mereka akan berpikir dua kali jika hendak memasarkan produknya di negara yang penduduknya mayoritas berama Islam, faktor halal dan haram sudah pasti akan menjadi bahan pertimbangan. 

Begitu juga dengan isu yang menyesatkan itu, bisa jadi juga merupakan suatu strategi pihak pesaing usaha yang takut perusahaannya gulung tikar, maka isu negatif dan menyesatkan pun dilemparkan ke tengah masyarakat.

Kalau sudah suka, apa boleh buat, lidah harus tetap merasakannya. Ditambah lagi dengan keyakinan kuat, pada ahirnya tokh terbukti ajinomoto halal untuk dikonsumsi, dan aman untuk digunakan.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun