Akan halnya ada anggapan pertunjukan wayang golek dekat dengan maksiat, anak itu dengan bijak mengelak. sebab hal itu tergantung dari sudut mana memandangnya. Menurut keyakinannya semuanya kembali lagi kepada niat. Malah justru sebaliknya, melalui pertunjukan wayang golek pula, Jang Ridwan punya niat untuk merubah stigma yang berkembang di tengah masyarakat. Dia berharap dengan cara itu dakwahnya dapat diterima oleh semua kalangan. Baik mereka yang mengaku dirinya sebagai umat yang taat beribadat, maupun orang yang telah dicap sebagi penjahat.
“Selain itu, niat saya yang sudah bulat ini, paling tidak untuk melestarikan kebudayaan tradisional yang sekarang ini telah hampir dilupakan,” cetusnya dengan wajah sumringah.
Mendengar panjang lebar penuturan Jang Ridwan, terutama pada kalimat terahirnya, sungguh saya jadi malu sendiri. Sekarang ini jarang sekali mendengar orang yang merasa bangga dengan warisan leluhurnya. Mereka malah lebih tertarik dengan kebudayaan yang datang dari luar, padahal belum tentu sesuai dengan kepribadiannya.
Sementara itu, Ridwan pun tidak melupakan ilmu yang dituntutnya sekian lama di pesantren. Selain berdakwah melalui pertunjukan wayang golek, diapun berdakwah dalam pengajian mingguan, dan mengajar pengaji Qur'an bagi anak-anak tetangganya. begitu pula dalam kesempatan shalat Jum'at dia pun seringkali mendapat kesempatan untuk berkhotbah.
Sungguh. Saya malu sekali dengan sikap anak muda yang satu ini. ***