Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sikap dan Watak Pemimpin yang Sesuai dengan Jati Diri Sunda

24 Desember 2012   16:18 Diperbarui: 12 Agustus 2022   08:56 4052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Urang Sunda sesungguhnya nampak sewaktu masyarakat Sunda hidup secara mandiri yang terbebas dari pengaruh kekuasan politik (Pexels)

Sebagai seorang pamanggul yang memiliki jasmani lemah tentu tidak mungkin dapat memanggul sesuatu. Demikian pula pemimpin yang memiliki kelemahan rohani, akan kehilangan wibawa.

Dari sifat-sifat kepribadian yang ditunjukan oleh Prabu Siliwangi melambangkan kepemimpinan panutan urang Sunda. Oleh karena panutan-panutan urang Sunda sangat ideal, maka sifat jati diri urang Sunda dapat ditentukan sebagai berikut: ksatria dan kepahlawanan, teguh pendirian, harga diri yang tinggi, penuh tanggung jawab, sepi ing pamrih, jembar hate tak dendam dan sirik pidik, besar rasa kemanusiaan, jujur dan adil, arif dan bijaksana.

Dalam sejarah tergambar bahwa sifat ksatria dan kepahlawanan Kaprabon Sunda tampak dalam pertempuran di Bubat atau “Perang Bubat” (1357M), ketika Prabu Wangi (Prabu Galuh) beserta seluruh pengiringnya yang setia gugur bertempur demi kehormatan melawan pasukan Patih Gajah Mada yang lebih besar dan kuat.

Prabu Wangi dan putrinya Citraresmi atau Diah Pitaloka yang pada saat itu akan dipinang Prabu hayam wuruk untuk dipersunting menjadi permaisurinya, ketika menunggu Prabu Hayam Wuruk menjemput tetapi yang datang malah Patih Gajah Mada dengan pasukan yang sangat lengkap bermaksud membawa Diah Pitaloka untuk diserahkan kepada Prabu Hayam Wuruk.

Tidak ayal Prabu Wangi menolak menyerahkan Diah Pitaloka bagaikan “upeti”. Terjadilah pertempuran yang tidak seimbang, karena Prabu Wangi datang tidak untuk berperang, melainkan untuk melangsungkan pernikahan putrinya.

Walau dengan persiapan seadanya Prabu Wangi beserta seluruh pengiring setianya bertempur “biar hancur jadi debu, biar lantak jadi tanah” daripada harus menyerah kepada Patih Gajah Mada. Dalam pertempuran tersebut Diah Pitaloka ikut gugur bersama ayahnya dengan cara bunuh diri.

Dari dua ilustrasi sejarah dua raja yang pernah berkuasa di Tatar sunda itu (Pajajaran dan Galuh) dapat disimpulkan watak, sikap, karakter (jati diri) pemimpinnya adalah:

1. Ksatria dan patriotik;

2. Teguh di dalam pendiriannya;

3. Memiliki harga diri yang tinggi;

4. Bertanggung jawab terhadap negara dan rakyatnya;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun