Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sikap dan Watak Pemimpin yang Sesuai dengan Jati Diri Sunda

24 Desember 2012   16:18 Diperbarui: 12 Agustus 2022   08:56 4052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Urang Sunda sesungguhnya nampak sewaktu masyarakat Sunda hidup secara mandiri yang terbebas dari pengaruh kekuasan politik (Pexels)

JASMERAH, begitu pesan Proklamator RI, Bung Karno. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Begitu maksudnya. Dan pesan itu ditujukan kepada seluruh bangsa Indonesia. Juga kepada warga Jawa Barat, tentu saja. Agar kita tidak pareumeun obor di saat akan melangkah.

Sehingga tidak salah kiranya dalam hiruk-pikuk menjelang Pilgub Jawa Barat 2013 mendatang semua warga Jawa Barat yang mayoritas merupakan sekeseler Sunda untuk berkaca kepada sejarah tempo doeloe, bagaimana sikap dan watak para karuhun kita dalam ngaheuyeuk dayeuh ngolah nagara (melaksanakan tugas sebagai pemimpin). Dengan harapan agar kita tidak pareumeun robor (kehilangan jejak). Atau paling tidak bahwa karuhun kita pun memiliki watak terpuji dan patut dibanggakan. Dan dapat dikatakan jati diri urang Sunda seutuhnya.

Menurut Yuyus Rustandi dalam Mencari Jati Diri Urang Sunda (Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya WAHANA, Vol. 2 No. 3 Tahun 2008, ISSN 0854-5876)jati diri urang Sunda sesungguhnya nampak sewaktu masyarakat Sunda hidup secara mandiri yang terbebas dari pengaruh kekuasan politik suku atau bangsa lain.

Masa atau zaman ketika kerajaan-kerajaan Sunda bertahta. Bukti-bukti hal tersebut dapat dipahami dalam peninggalan-peninggalan seperti prasasti, carita pantun, dan babad-babad lama yang memuat wangsit, pandangan, dan ajaran Kaprabon Sunda yang merupakan cerminan kepemimpinan panutan urang Sunda, dan sesungguhnya bukan kekuasaan yang dipuja.

Dalam salah satu carita pantun, Prabu Siliwangi berkata kepada para mantrinya yang setia pada saat kritis di penghujung jatuhnya kerajaan Pajajaran.

Perkataan Sang Prabu menunjukan sikap dan keteguhan dalam hal kehormatan dan kepahlawanan walaupun dalam keadaan kritis.

Hal tersebut merupakan gambaran ksatria yang bertanggung jawab dan berani mati demi kehormatan, daripada harus menyerah kepada siapapun

Sebagaimana halnya sifat seorang Raja, dalam memimpin negara Prabu Siliwangi lebih demokratis dan tidak feodalistis. Prabu Siliwangi merupakan cermin kepemimpinan, bukan cermin kekuasaan.

Walaupun seorang Raja, tetapi sebagai manusia beliau memiliki kekuasaan yang sangat terbatas. Kekuasaan tersebut dibatasi oleh kekuasaan yang Maha Kuasa, yang menguasai langit dan bumi serta segala isinya.

Beliau menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin diaplikasikan dalam bekerja tanpa pamrih, bukan bekerja demi keagungan pribadi untuk dipuja-puja rakyat dan banyak orang.

Berdasarkan tutur kata Prabu Siliwangi, pemimpin itu merupakan pamanggul sementara yang dipimpin adalah yang “dipanggul”. karakteristik pemanggul harus memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan jasmani dan kekuatan rohani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun