Mohon tunggu...
Arsaja Krismeidanarta
Arsaja Krismeidanarta Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis bebas

Mahasiswa jurusan S1-Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas DIponegoro,yang sedikit tertarik dengan dunia kepenulisan dan jurnalisme.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konflik dalam Perbedaan Politik Pilkada Serentak dan Pemilu 2019

3 Juli 2019   07:30 Diperbarui: 3 Juli 2019   07:48 2556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Faktor dari aktor politik memberi pengaruh yang begitu besar secara langsung terhadap masyarakat. Munculnya dikotomi dalam ranah politik ketika pada masa-masa tensi politik, membuat masyarakat terbagi menjadi beberapa kelompok berdasar pilihan politik dan preferensi berdasar agama, suku, dan ras. Sebut saja fenomena munculnya 'cebong' dan 'kampret'. 

Adanya disintegrasi sosial dalam cara pandang dan pilihan politik ini dianggap sama sekali tidak menghasilan sebuah gagasan baru, bahkan cenderung memperburuk perpolitikan dalam masyarakat (Stefanie, 2018). 

Fenomena yang awalnya hanya dari sekedar beradu tagar dan slogan di media sosial ini, berujung pada pelabelan satu kubu terhadap kubu lain hingga terbawa ke dalam kehidupan bermasyarakat. 

Padahal, hal seperti ini sudah berusaha untuk diredam oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat (Abdullah Hamid, 2018) Sering kali perpecahan akibat perbedaan politik dan pelabelan ini memicu disintegrasi baik keluarga, kolega, dan masyarakat. 

Adanya perbedaan politik ini justru dianggap sebagai bentuk pecah belah gaya baru, terlebih para aktor politik juga tidak tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah hal tersebut terjadi.

Perbedaan politik yang tersulut dan bermula dari informasi dunia maya ini akhirnya juga merambah ke dunia nyata. Masyarakat yang dihadapkan dengan dikotomi dan pelabelan dalam cara memandang pilihan politik menjadi sebuah ketegangan dalam tingkat yang berbeda. 

Perang tagar dan tulisan yang tersebar luas dan beraturan di dunia maya terwujud dalam setiap gerakan yang justru semakin membuat disintegrasi semakin kuat. Sebagai contoh kecil, terkadang dalam keluarga masing-masing anggota pasti memiliki pilihan sendiri. 

Tak jarang anggota keluarga yang berseberangan dalam pilihan politiknya berubah menjadi musuh dan seakan ikatan keluarga sudah tidak berarti. 

Contoh-contoh dari lingkungan kecil ini juga memberi indikasi bentuk-bentuk disintegrasi dapat muncul dari sebuah hubungan yang intim dan eksklusif seperti keluarga. Hal ini juga dapat merambah dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih luas dengan cara pandang politik yang majemuk.

Potensi-potensi konflik kerap terjadi menjelas diadakannya pemilu. Hal ini diperparah dengan persebaran hoaks yang sama sekali tak terkendali dan sulit dicegah (Halim, 2018). 

Pergerakan massa dalam melakukan segala kegiatan berpolitik juga cenderung tak terkendali, terutama bagi setiap individu. Diskriminasi politik menjadi salah satu gambarang yang jarang terlihat karena memang hal ini lebih sering tersebar melalui mulut ke mulut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun