Mohon tunggu...
Arsaja Krismeidanarta
Arsaja Krismeidanarta Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis bebas

Mahasiswa jurusan S1-Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas DIponegoro,yang sedikit tertarik dengan dunia kepenulisan dan jurnalisme.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konflik dalam Perbedaan Politik Pilkada Serentak dan Pemilu 2019

3 Juli 2019   07:30 Diperbarui: 3 Juli 2019   07:48 2556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Bermula dari media sosial yang kasus Ahok yang pidatonya diunggah ke Facebook oleh seorang pengguna dengan nama Buni Yani, memicu perdebatan dan gejolak amarah pada masyarakat. 

Komunikasi para aktor politik dalam ranah internet, terutama media sosial, menjadi salah satu faktor dalam penilaian kualitas aktor politik tersebut. 

Melalui media sosial, mereka dapat saja disanjung, dikritik, bahan candaan, atau objek caci maki publik (Anshari, 2013). Gerbang maya ini menghubungkan masyarakat secara luas mengenai berkomunikasi secara tidak langsung dengan aktor-aktor politik. 

Penyampaian komunikasi yang dilakukan Ahok sendiri membuat dirinya dicaci dan dibenci oleh mereka yang beragama Islam dan merasa bahwa agama mereka telah dinistakan. 

Media sosial telah mengaburkan pemahaman orang, apakah yang dikatakan tersebut merupakan sikap resmi atau hanya ungkapan pemikiran atau perasaan dia sebagai pribadi. Sikap resmi atau institutional rhetoric dan ungkapan pribadi atau everyday talk sering tumpang tindih (Finet, 2001).

Seringkali kita menemui banyaknya berita yang lalu lalang di internet, terutama media sosial yang lalu lalang tidak tanpa ada penyaring. Penyebaran-penyebaran dari praktik-praktik politik berupa konten tekstual, gambar, video, dan suara, banyak sekali yang termasuk di dalam arus dunia maya tersebut. 

Tidak adanya hukum kuat yang membatasi peredaran konten di dunia maya tersebut pada akhirnya membuat situasi yang sangat tidak dapat diduga. 

Hoaks adalah salah satu bentuk propaganda politik yang menjadi senjata andalan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab guna memperkeruh suasana. 

Pihak-pihak ini berusaha untuk membuat jurang selebar mungkin untuk membuat kedua kubu saling berseberangan dan bermusuhan. Narasi-narasi yang tersebar, baik berita dari masing-masing kubu hampir tidak pernah lepas dari jerat hoaks tersebut. 

Bahkan, elit-elit politik yang seharusnya menjadi model peran dalam menerapkan etika berpolitik pada nyatanya tetap ada yang terjerat kasus yang demikian (Paat, 2016). 

Tokoh elit politik dinilai tidak bijak apabila terjerat dan terlibat langsung dengan pusaran hoaks. Seakan menjadi sebuah batu yang dilempar ke dalam kubangan, hal tersebut hanya membuatnya menjadi keruh. Kondisi terhadap masyarakat menjadi sangat kacau dengan model peran yang melakukan tindakan politik kotor. Tak heran bila kegaduhan dalam jagad maya menjadi konsekuensi dari perbuatan pihak-pihak terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun