Mohon tunggu...
Arry Azhar
Arry Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Pembelajar dari Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Ketiga

21 September 2020   11:17 Diperbarui: 21 September 2020   11:28 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku memandang ke sebelah, seorang lelaki sedang merebah. Dia terpejam, tidur setelah terjaga cukup lama hari ini. Wajahnya yang tampan, manis dan teduh memancar dalam tidur nyenyaknya. Nafasnya teratur, menghembus pelan seirama dengan naik turun dada. Indah sekali. Ini lelaki ketigaku.

Sebelum aku bertemu denganya, dadaku terus berdebar seakan memang dia didatangkan hari itu juga untukku. Sekitar sepuluh bulan yang lalu tepatnya. Pagi itu di saat aku berjalan-jalan di sekitar kompleks rumahku, aku merasakan getaran hebat. Pertanda pertemuanku dengan lelaki ketigaku yang kian dekat.

Aku ingat pertama kali mendengar suaranya, ingin segera melihat wajah pemilik suara itu. Setelah melihatnya, demi Tuhan aku jatuh cinta. Aku sudah berikrar bahwa hati, jiwa dan ragaku untuknya. Dan sejak saat itulah aku bahagia hidup bersama lelaki ketigaku.

Dering handphone di meja dekat tempat tidur berbunyi, bergetar-getar kencang menyadarkanku dari lamunan. Aku segera mengambilnya, mengecek penelepon dan mengangkatnya kalau itu penting. Kudapati nama Mas Pram di layar handphone, seketika aku tersenyum. Ini adalah panggilan yang kutunggu sedari tadi. Ini Mas Pram, lelakiku juga, lelaki keduaku.

"Ya, Mas. Kau sampai dimana sekarang?" tanyaku setelah basa basi menanyakan kabar dan keadaannya.

Itu yang aku suka darinya. Dia selalu menyempatkan diri meneleponku saat bekerja. Mas Pram akan tanya, sudahkah aku makan? Atau sedang apa aku sekarang? Mas Pram bukan orang yang posesif, dia melakukan itu sebagai bentuk kepeduliannya padaku.

"Masih di pelabuhan," jawabnya terdengar lelah.

Mas Pram pasti akan menyebrang ke Jawa setelah mengantarkan barang ke luar pulau. Aku jadi kasihan padanya, di malam seperti ini dia harus rela terjaga demi pekerjaannya.

Ah, kalau mengingat awal kami bertemu dulu, hubungan suami istri serasa mustahil terjadi di antara kami. Aku adalah lulusan terbaik universitas tempatku belajar. Aku juga anak seorang juragan bahan makanan pokok yang tanpa ikut bekerjapun bapak dan ibuku tak pernah kesulitan untuk menghidupiku. Lalu Mas Pram sendiri, dia cuma seorang sopir borongan yang hari demi hari dia habiskan di jalanan untuk mengantar barang.

Aku tak pernah tertarik dengan lelaki setengah baya, pendek dan tak begitu terpelajar sepertinya. Tapi Mas Pram bertindak sebaliknya. Dengan sangat sabar dia menungguku, meyakinkanku bahwa dirinya bisa menerimaku apa adanya. Mas Pram juga siap menungguku saat aku bilang belum tertarik untuk menikah lagi setelah mengalami kekecewaan dengan lelaki pertamaku. 

Dia membuktikan semua perkataannya sehingga lambat laun aku mulai terpesona olehnya. Dia tidak sedang praktik ilmu pelet hingga aku jatuh cinta dan memutuskan menikah dengannya, bukan itu tapi ketulusan, kebaikan dan cintanyalah yang membuatku luluh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun