Mohon tunggu...
ARIF ROHMAN SALEH
ARIF ROHMAN SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menggugat Hegemoni Keluarga di Partai Politik

29 Oktober 2022   12:45 Diperbarui: 29 Oktober 2022   12:54 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sejumlah Dualisme Partai Politik di Indonesia. Sumber: KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo

Membicarakan politik selalu menarik dari sudut pandang manapun. Selalu dinamis dan terkadang memunculkan letupan kejadian tak terduga. Berbalut kamuflase, intrik, infiltrasi, bahkan konflik terbuka yang saling menjatuhkan hingga menghancurkan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) politik diartikan: (1) pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan; (2) segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; dan (3) cara bertindak dalam menghadapi atau menangani masalah. Intinya, politik berkaitan dengan tatakelola kenegaraan baik menyangkut urusan ke dalam dan ke luar.

Untuk mewujudkan asas demokrasi dan menjalankan prinsip negara bangsa (nation state), tatakelola kenegaraan memerlukan alat atau sarana yang dikenal dengan istilah partai politik (parpol). Keberadaan parpol memegang peran penting mewujudkan demokrasi, yaitu pemerintahan dan tatakelola kenegaraan dari, oleh, dan untuk rakyat.

Atas dasar terbentuknya nation state dan menjunjung tinggi asas demokrasi, maka setelah kemerdekaan bangsa Indonesia berhasil diwujudkan terbentuklah partai-partai politik. Hingga keberadaan dan peran parpol diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011. (Lihat Sumber)

Dinamika parpol di Indonesia mengalami pasang surut. Silih berganti menancapkan dan menenggelamkan di puncak kejayaan sebagai pengawal demokrasi dan nation state.

Beberapa parpol yang didirikan oleh tokoh kharismatik mampu menghadapi gelombang lautan persaingan. Bahkan mampu melabeli diri sebagai penjaga pemikiran sang pendiri partai hingga sulit lepas dari kharisma sang tokoh dan menjelma politik dinasti.

Orang berbicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pasti melekat dengan sosok Sukarno dan Megawati Sukarnoputri. Membahas Partai Demokrat jelas melekat dengan sosok Susilo Bambang Yudhoyono dan Agus Harimurti Yudhoyono.

Dua contoh parpol di atas masih mengusung politik dinasti. Memberikan warna kental adanya kekuatan sokongan terhadap keluarga sang pendiri partai untuk terus mengibarkan bendera partai di kancah politik nasional.

Meskipun Partai  Demokrat pernah bergejolak untuk lebih bersifat terbuka, realitanya kepemimpinan Anas Urbaningrum tenggelam. Bagaimanapun, "Nyanyian Nazaruddin" menyiratkan adanya konflik kepentingan di tubuh Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Anas Urbaningrum dan sang pendiri partai. (Lihat Sumber)   

Demikian pula di tubuh PDI-P, partai berlambang moncong putih ini kembali harus menghadapi ujian di internal partai. Kuatnya sokongan arus bawah agar PDI-P mengusung Ganjar Pranowo sebagai penerus Joko Widodo ke Istana Negara menimbulkan polemik yang semakin meruncing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun