Mohon tunggu...
ARIF ROHMAN SALEH
ARIF ROHMAN SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

SMP Terbuka, Paradoks di Ujung Tanduk

7 Maret 2019   09:32 Diperbarui: 7 Maret 2019   11:07 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Pembukaan TKB Braholo. Dokpri.

Siswa SMP Terbuka diperuntukkan bagi anggota masyarakat usia sekolah terutama bagi mereka yang tidak mampu untuk menempuh pendidikan reguler (sekolah umum), baik karena kemampuan ekonomi, jarak tempuh, waktu dan lain-lain. 

Di SMP terbuka, siswa belajar mata pelajaran di SMP Induk. Guru SMP Induk menjadi guru bina. Selanjutnya kegiatan di TKB dibimbing guru pamong, biasanya guru SD atau anggota masyarakat.

Lini Masa SMP Terbuka, Mati Segan Hidup Tak Mau

SMP Terbuka merupakan lembaga pendidikan formal yang tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari SMP Induk yang dalam menyelenggarakan pendidikannya menggunakan metode belajar mandiri (wikipedia.org). Siswa SMP Terbuka sepenuhnya dibebaskan dari pungutan apapun. Biaya operasional SMP Terbuka sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.

Tujuan SMP Terbuka memberikan kesempatan belajar yang lebih luas kepada anak-anak lulusan SD/MI atau sederajat yang tidak dapat mengikuti pendidikan SMP Reguler karena berbagai hambatan yang dihadapinya. Lulusan SMP Terbuka sama dengan lulusan SMP Reguler, dengan menerima Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) SMP. Hal ini berarti bahwa lulusan SMP Terbuka mempunyai hak dan kesempatan yang sama dengan lulusan SMP Reguler.

Keberadaan SMP Terbuka ibarat pradoks di ujung tanduk. SMP Terbuka sudah diselenggarakan sejak tahun 1979 (www.kemdikbud.go.id, 02 Agustus 2016). Mengapa? Sebab SMP Terbuka saat ini bisa dikatakan mati segan hidup tak mau. Tahun 2000-an di Kabupaten Probolinggo ada lebih dari 10 SMP Terbuka. Sekolah ini sangat membantu daerah terpencil dan sulit jangkauan fasilitas umum untuk memberi layanan pendidikan secara merata dan berkeadilan.

Mengingat keterbatasan sarana, dana dan penyusutan jumlah siswa yang signifikan, beberapa SMP Terbuka banyak yang tutup. Hingga hanya tersisa 3 (tiga) SMP Terbuka di Kabupaten Probolinggo yang salah satunya SMP Terbuka Wonomerto. 

Gambaran ini ibarat ujung tanduk. Tanpa dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat, SMP Terbuka sewaktu-waktu dapat ditutup dengan sendirinya. Dikatakan paradoks, eksistensi SMP Terbuka masih tetap dibutuhkan untuk melayani daerah yang sulit dijangkau layanan pendidikan disebabkan berbagai kondisi dengan cepat dan tepat. 

Di sisi lain, perhatian dan dukungan dana, sarana prasarana, maupun pembinaan kurang memadai. Bahkan mungkin sangat kurang. Hingga dapat diibaratkan hidup segan mati tak mau.

Kondisi di atas juga terjadi di tingkat nasional. Sampai tahun 1998/1999 jumlah SMP Terbuka sudah mencapai 3.645 lokasi. Pada tahun pelajaran berikutnya, yaitu tahun 2001/2002 menurun menjadi 2.870 sekolah, tahun pelajaran 2007/2008 tinggal 2.576 sekolah (Direktorat PSMP, 2010). Kurangnya perhatian dan pembinaan dari lembaga terkait menjadi pintu masuk banyak SMP Terbuka yang tutup dengan sendirinya.

Di pintu gerbang, siswa-siswi SDN Kedawung III riang menyambut. Wajah polos mereka terlihat suka cita. Bergantian berebut cium tangan. Iba hati kami melihat banyak siswa yang masih bersandal jepit. Bahkan tak sedikit bersekolah tanpa alas kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun