Mohon tunggu...
ARIF ROHMAN SALEH
ARIF ROHMAN SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Horor | Nandi

18 Oktober 2018   17:26 Diperbarui: 8 Februari 2022   19:19 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pixabay.com

Perlahan Nandi bangkit. Merasakan tubuhnya terbang ringan. Suasana malam yang dingin, membuatnya menggigil.

Segera Nandi duduk di tepi jalan. Menunggu seseorang lewat. Malam yang sepi di tikungan bulan sabit. Tak ada suara orang bercengkerama. Bahkan binatang-binatang malampun engggan memperdengarkan siulan syahdunya.

Tetiba sorot lampu mobil menusuk mata Nandi. Diiringi suara lolongan panjang anjing hutan pemecah sunyi. Nandi bergegas berdiri, ia lambaikan tangan sebagai tanda mobil untuk berhenti.

Harapan Nandi meleset. Mobil berlari kencang, tak mempedulikan lambaian Nandi. Sekilas dilihatnya sang sopir sempat menoleh ke arah Nandi. Reflek kedua tangan Nandi menutupi wajah. Dilihatnya wajah sang sopir serupa tengkorak. Menyeringai dengan mata bulat darah.

Udara dingin semakin menusuk. Perlahan angin menampakkan wujud. Daun-daun jatuh dan rebah di keras trotoar. Pertanda akan turun hujan.

Nandi masih berdiri menunggu. Tak seberapa lama dari arah timur memancar dua sorot lampu sepeda motor. Nandi segera melambaikan tangan. Berharap pengendara motor berhenti saat semakin dekat.

Harapan Nandi meleset untuk kedua kali. Pengendara sepeda motor memang sempat memperlambat laju motor. Akan tetapi hanya sekejap dan langsung tancap gas. Nandi kembali menutup wajah. Baginya, wajah pengendara sepeda motor lebih seram. Rambut mereka gimbal dengan mata sebesar bola pingpong, seakan ingin melompat keluar. Lidah mereka terjulur memanjang keluar. Mirip Leak.

****

Nandi mulai bengong. Takut dengan yang ia alami. Bergegas Nandi berlari tak tentu arah. Di pikiran Nandi hanya ada satu keinginan. Secepatnya sampai di rumah orang tuanya.

Entah sudah berapa persimpangan jalan Nandi lalui. Sudah berapa deretan lampu jalanan dilewati. Nandi terus berlari. Hingga tubuhnya terasa melayang ringan. Sedikitpun letih tak dirasakan.

Sesampai di pertigaan jalan nan sepi, Nandi berhenti. Senyum Nandi seketika menyungging. Dilihatnya pohon asam yang sangat Nandi kenal berdiri gagah menjulang. Pohon asam yang sudah sejak ia lahir tegak menjulang di depan rumah orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun