Mohon tunggu...
Arrie Boediman La Ede
Arrie Boediman La Ede Mohon Tunggu... Arsitek - : wisdom is earth

| pesyair sontoloyo di titik nol |

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menjadi Tua di Titik Nol

28 September 2020   00:05 Diperbarui: 28 September 2020   00:39 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
olah gambar - freepik.com

: sengaja kubuat coretan ini untuk mengenang pertemuan kita

saat itu, selalu saja ingin kutatap wajahmu dari segala arah
agar senantisa kuingat bahwa ada andeng-andeng di pucuk dahi kirimu
menurutku itu indah, eksotik dan menggoda anganku

setiap saat pula kumerindukan rona memerah di wajahmu
ketika jemarimu kugenggam dan kuajak berlari sekencangnya
meninggalkan kehingarbingaran di depan pertokoan itu

malam tanggal 21 mei itu seakan menjadi neraka dunia buat kita
kita nyaris terjebak di dalamnya, di antara kepulan gas air mata dan suara-suara teriakan
yang menderu-deru diselingi bentakan dan sumpah serapah di antara ketakutan dan kengerian kita

kau tentunya masih ingat ketika akhirnya aku mesti membopong tubuhmu
luka pada kaki sebelah kirimu membuatmu tak berdaya lagi untuk berlari
pun, tenaga yang ada padaku untuk membawamu berlari, nyaris habis

kaupun tentu masih ingat tentang kehadiran seorang pemuda berbaju putih
pemuda yang rupawan itu tetiba datang seperti malaikat penolong
dia membantuku membawamu, melarikanmu ke sebuah tempat yang aman

ah, bergetar jiwa ini mengenang peristiwa malam itu; malam jahanam kau istilahkan
peristiwa yang tak pernah terbayangkan itu; telah menjadi catatan hidup buat kita
catatan yang menurutmu menakutkan dan menjadi trauma mendalam bagimu

malam ini jiwaku kembali bergetar; namun, getarannya terasa sangat berbeda
getaran yang menyadarkanku bahwa sesungguhnya raga ini tak muda lagi
apakah ini sebuah peringatan? atau mestikah kembali dari awal soal rencana kita?

atau, barangkali kita perlu membuat kesepakatan baru yang tidak saling mengikat
bahwa ada perbedaan mendasar cara berpikir kita dalam menyelesaikan berbagai persoalan
menurutmu sangat perlu kita atur dan tetapkan dalam sebuah lembaran perjanjian

ah, andeng-andeng di pucuk dahi kirimu kembali menggodaku; andeng-andeng yang tak pernah layu
yang selalu kuingat sebagaimana saat kali pertama kau menolak kesepakatan yang kutawarkan
tawaran kesepakatan yang sesungguhnya akan mencegah diri kita menjadi tua di titik nol

sumurserambisentul, 28 september 2020
arrie boediman la ede

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun