Mohon tunggu...
Ar Rafi Saputra Irwan
Ar Rafi Saputra Irwan Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis , Youtuber

- Mahasiswa Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang - Journalist Freelance Harianhaluan.com -Duta Damai Dunia Maya Indonesia BNPT - Duta Damai Dunia Maya Asia Tenggara

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Komunitas Seni Independen Tidak Bisa Membuat Festival, Siapa Bilang?

2 Desember 2019   04:10 Diperbarui: 2 Desember 2019   04:06 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jutaan orang bahkan tidak menyadari bahwa ada komunitas seni independen yang bisa membuat suatu acara festival yang wah, mungkin anda salah satu dari mereka . Halo nama Saya Ar Rafi Saputra Irwan , saya seorang penikmat yang awam terhadap seni pertunjukan. Semua tulisan yang akan anda baca nanti , bisa saya tulis dalam jangka waktu 3 hari . Tetapi hal terpenting yang pernah saya dapatkan adalah pengalaman tak ternilai dan saya akan membagikan pengalaman saya kepada anda.

Inilah Pekan Seni Nan Tumpah, acara bergengsi namun perlu di kritisi . mereka yang terlibat dalam acara ini menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk meraih sebuah keberhasilan Festifal seni yang hakiki. Seujujurnya itulah yang menyadarkan saya , saya mengerti betapa jauhnya  ketinggalan saya dalam mengapresiasi sebuah karya seni.

Saya menonton Pekan Nan Tumpah dari awal mulai hingga selesai, awalnya saya berpikir sebuah festival pertunjukan seni hanya bisa dilakukan oleh pemerintah ataupun event organizer tertentu, akan tetapi itu salah , ternyata ada komunitas seni independen yang bisa membuat suatu pertunjukan yang bergengsi dan saya berpikir "WOW" , orang-orang ini mampu membuat suatu pertunjukan luar biasa dengan akomodasi seadanya .

Pekan Nan Tumpah merupakan sebuah festival tahunan yang digagas oleh komunitas Nan Tumpah sejak tahun 2010.  Kegiatan ini dilaksanakan karena merespon tidak adanya festifal pertunjukan seni yang kontinu  yang diadakan oleh komunitas seni independen di Sumatera Barat.  Di tahun 2019 kali ini, Pekan Seni Nan Tumpah mengadakan festival dengan 2 tema, yaitu Langgam-Rupa ( terdiri dari pameran karya seni rupa) dan Lisan-Tubuh ( terdiri dari penampilan teater dan musik).

Saat  melihat acara pembukaan pada tanggal 16 November di Taman Budaya Padang, desain pangung serta spoot foto terlihat klasik serta menarik , ditambah instalasi lentera pun begitu apik. Penampilan dari Komunitas Gaung Mara ditengah pembukaan acara bener-bener keren dan pastinya pecah abis!,  namun penulis melihat Lighting sedikit redup jadi terkesan kurang hidup.

Masuk ke sesi pameran Langgam-Rupa, ketika gedung Galery Taman Budaya dibuka  ratusan orang  langsung masuk untuk melihat karya seni rupa yang di pamerkan . Melihat karya dengan mata dengan kepala sendiri sontak membuat kagum, akan tetapi saya melihat kolom untuk menampilkan nama pemilik serta tema dari sebuah karya terlalu kecil bahkan tak terlihat , posisinya pun kurang pas .  Untuk kedepanya aku sarankan kepanitia alangkah lebih baik posisi serta ukuran kolom itu diperbesar agar terlihat oleh mata,  untuk tata ruang terlihat simple namun elegan dan rapi . Goodjob!

Lanjut ke sesi Lisan-Tubuh , selama lebih kurang 7 hari mengamati di Gedung Pertunjukan Mursal Esten , Fakultas Bahasa Dan Seni UNP . Sebenarnya secara umum sudah baik bagaimana panitia menyiapkan panggung dan fasilitas untuk peserta, akan tetapi ada beberapa hal yang ingin penulis kritik diantaranya : 

  • Tidak dihudupkanya Lampu Ruangan Sebelum Pertunjukan Dimulai

Pada festival seni yang pernah penulis lihat pada umunya,  lampu ruangan akan dimatikan ketika MC telah selesai mengucapan selamat menyaksikan gitu.  Namun disini  lampu ruangan justru dimatikan ketika MC baru ingin mulai membuka acara. Dalam ruangan yang gelap , membuat  pengunjung  yang baru masuk sering  hampir terjatuh karena tersenggol badan atau kaki orang lain. Untuk itu saran kedepanya alangkah lebih baik jika lampu ruangan  dimatikan buka ketika Mc ingin memulai untuk membuka acara , akan tetapi setelah ia mengucapkan "Selamat Menyaksikan"  agar tidak terjadi hal-hal yang seperti ini. 

  •  MC.  

Penulis menilai dihari pertama hingga kelima, MC terlalu kaku dari segi gerak tubuhnya. Kalau dari segi vocal tidak usah diragukan lagi, namun meski vocal yang dilontarkan bagus akan tetapi tidak seirama dengan gerak tubuh pasti akan terasa hambar. Perlu di ingat ini merupakan sebuah festival seni bukan acara yang formal.

Nah dihari keenam lah penulis menilai bahwasanya MC yang membawakan acara,  memang benar-benar MC pertunjukan seni. Dimana vocal dan gerakan itu mendukung satu sama lainya.

Dihari penutupan , MC berjumlah dua orang yaitu cowo dan cewe . Awalnya sih tidak terlihat secara nyata (dalam artian hanya terdengar suara)  dan jujur itu vocal mereka dalam dialog enak didengar, akan tetapi ketika mereka berdua memperlihatkan diri, dalam penampilanya si cowo terlihat entertaint serta interaktif kepada penonton, yang si cewe justru malah terlihat kaku,  jadi terkesan garing. (Padahal sebenarnya si cewe ini merupakan MC hari keenam yang membuat penulis kagum) .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun